MAKALAH KERAJAAN ACEH
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Hirobbil Alamin, Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberi rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis mampu dan dapat
menyelesaikan makalah ini. Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata
pelajaran Pendidikan Sejarah Indonesia tentang KERAJAAN ACEH
Penulisan makalah ini dapat selesai dengan baik berkat bantuan bimbingan
dan arahan dari berbagai pihak. Semoga budi baik mereka di terima Allah SWT
sebagai amal ibadah dan akan diberi balasan berupa pahala yang berlipat ganda.
Dan penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari pembaca guna penyempurnaan makalah ini.
Penulis mengharapkan semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukan khususnya untuk teman-teman di sekolah dan masyarakat pada umumnya.
Haurgeulis,
Desember 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.................................................................................................. 1
B.
Tujuan............................................................................................................... 1
C.
Rumusan masalah............................................................................................. 2
D.
Manfaat............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Sejarah dan perkembangan kerajaan Aceh ...................................................... 3
B.
Kehidupan Sosial, politik dan
Ekonomi........................................................... 6
C.
Penyebab Mundurnya kerajaan Aceh............................................................... 7
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan....................................................................................................... 8
B.
Saran................................................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak masa lampau,
wilayah Indonesia terkenal akan bidang pelayaran dan perdagangan yang bersifat
internasional. Perdagangan tersebut dilakukan dengan menyusuri pantai-pantai
dan melewati beberapa kota pelabuhan. Dalam makalah ini, saya sebagai penulis
akan menguak bagaimana sejarah mengenai kerajaan Aceh yang berkembang di Pulau
Jawa.
Kerajaan Aceh
mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Perkembangan pesat yang dicapai kerajaan Aceh
ini tidak lepas dari letak kerajaannya yang sangat strategis, yaitu di Pulau
Sumatera bagian Utara dan dekat dengan pelayaran internasional. Ramainya
aktivitas pelayaran ini sangat mempengaruhi perkembangan kehidupan kerajaan
Aceh di segala bidang, seperti halnya dalam aspek kehidupan politik, aspek
ekonomi, social maupun kebudayaannya.
Mengenai kapan
berdirinya kerajaan Aceh, memang belum diketahu secara pasti. Namun,
berdasarkan Bustanus salatin (1637M) karangan nuruddin Ar Raniri yang berisi
silsilah sultan-sultan Aceh, serta kabar datang dari orang Eropa, bahwa
Kerajaan Aceh telah berhasil membebaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Pedir.
B. Tujuan
1.
Mengetahui
bagaimana Kerajaan Aceh dirintis serta perkembangannya hingga mencapai masa
kejayaan
2.
Mengetahui
kehidupan social, politik dan ekonomi dari Kerajaan Aceh
3.
Mengetahui
factor-faktor apa saja yang mengakibatkan kerajaan Aceh mengalami kemunduran.
C. Rumusan masalah
1.
Bagaimana
sejarah dan perkembangan Kerajaan Aceh ?
2.
Bagaimana
kehidupan Sosial, Politik dan Ekonomi dari kerajaan Aceh?
3.
Hal
Apa saja yang mengakibatkan Kerajaan Aceh mengalami kemunduran?
D. Manfaat
Makalah ini diharapkan bermanfaat, baik dari aspek
teoritis maupun praktis. Secara teoritis tergambar dalam materi tulisan ini.
Adapun secara praktis, tulisan ini diharapkan dapat berguna bagi individu,
masyarakat, dan pemerintah. Semoga menjadi bahan pembelajaran yang baik bagi
tunas bangsa yang ingin mempelajarinya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah dan perkembangan kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh
dirintis oleh Mudzaffar Syah. Ketika awal kedatangan Bangsa Portugis di
Indonesia, tepatnya di Pulau Sumatra, terdapat dua pelabuhan dagang yang besar
sebagai tempat transit para saudagar luar negeri, yakni Pasai dan Pedir. Pasai
dan Pedir mulai berkembang pesat ketika kedatangan bangsa Portugis serta
negara-negara Islam. Namun disamping pelabuhan Pasai dan Pedir, Tome Pires
menyebutkan adanya kekuatan ketiga, masih muda, yaitu “Regno dachei” (Kerajaan
Aceh).
Aceh berdiri
sekitar abad ke-16, dimana saat itu jalur perdagangan lada yang semula melalui
Laut Merah, Kairo, dan Laut Tengah diganti menjadi melewati sebuah Tanjung
Harapan dan Sumatra. Hal ini membawa perubahan besar bagi perdagangan Samudra
Hindia, khususnya Kerajaan Aceh. Para pedagang yang rata-rata merupakan pemeluk
agama Islam kini lebih suka berlayar melewati utara Sumatra dan Malaka. Selain
pertumbuhan ladanya yang subur, disini para pedagang mampu menjual hasil
dagangannya dengan harga yang tinggi, terutama pada para saudagar dari Cina.
Namun hal itu justru dimanfaatkan bangsa Portugis untuk menguasai Malaka dan
sekitarnya. Dari situlah pemberontakan rakyat pribumi mulai terjadi, khususnya
wilayah Aceh (Denys Lombard: 2006, 61-63)
Pada saat itu
Kerajaan Aceh yang dipimpin oleh Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim,
berhasil melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Pedir pada tahun 1520. Dan
pada tahun itu pula Kerajaan Aceh berhasil menguasai daerah Daya hingga berada
dalam kekuasaannya. Dari situlah Kerajaan Aceh mulai melakukan peperangan dan penaklukan
untuk memperluas wilayahnya serta berusaha melepaskan diri dari belenggu
penjajahan bangsa Portugis. Sekitar tahun 1524, Kerajaan Aceh bersama
pimpinanya Sultan Ali Mughayat Syah berhasil menaklukan Pedir dan Samudra
Pasai. Kerajaan Aceh dibawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah tersebut juga
mampu mengalahkan kapal Portugis yang dipimpin oleh Simao de Souza Galvao di
Bandar Aceh (Poesponegoro: 2010, 28)
Setelah memiliki
kapal ini, Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim bersiap-siap untuk menyerang
Malaka yang dikuasai oleh Bangsa Portugis. Namun rencana itu gagal. Ketika
perjalanan menuju Malaka, awak kapal dari armada Kerajaan Aceh tersebut justru
berhenti sejenak di sebuah kota. Disana mereka dijamu dan dihibur oleh rakyat
sekitar, sehingga secara tak sengaja sang awak kapal membeberkan rencananya
untuk menyerang Malaka yang dikuasai Portugis. Hal tersebut didengar oleh
rakyat Portugis yang bermukim disana, sehingga ia pun melaporkan rencana
tersebut kepada Gubernur daerah Portugis (William Marsden, 2008: 387)
Selain itu sejarah
juga mencatat, usaha Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim untuk
terus-menerus memperluas dan mengusir penjajahan Portugis di Indonesia. Mereka
terus berusaha menaklukan kerajaan-kerajaan kecil yang ada di sekitar Aceh,
dimana kerajaan-kerajaan tersebut merupakan kekuasaan Portugis, termasuk daerah
Pasai. Dari perlawanan tersebut akhirnya Kerajaan Aceh berhasil merebut benteng
yang terletak di Pasai.
Hingga akhirnya
Sultan Ibrahim meninggal pada tahun 1528 karena diracun oleh salah seorang
istrinya. Sang istri membalas perlakuan Sultan Ibrahim terhadap saudara
laki-lakinya, Raja Daya. Dan ia pun digantikan oleh Sultan Alauddin Syah
(William Marsden, 2008: 387-388)
Sultan Alauddin
Syah atau disebut Salad ad-Din merupakan anak sulung dari Sultan Ibrahim. Ia
menyerang Malaka pada tahun 1537, namun itu tidak berhasil. Ia mencoba
menyerang Malaka hingga dua kali, yaitu tahun 1547 dan 1568, dan berhasil
menaklukan Aru pada tahun 1564. Hingga akhirnya ia wafat 28 September 1571.
Sultan Ali Ri’ayat Syah atau Ali Ri’ayat Syah, yang merupakan anak bungsu dari
Sultan Ibrahim menggantikan kedudukan Salad ad-Din. Ia mencoba merebut Malaka
sebanyak dua kali, sama seperti kakaknya, yaitu sekitar tahun 1573 dan 1575.
Hingga akhirnya ia tewas 1579 (Denys Lombard: 2006, 65-66)
Sejarah juga
mencatat ketika masa pemerintahan Salad ad-Din, Aceh juga berusaha
mengambangkan kekuatan angkatan perang, mengembangkan perdagangan, mengadakan
hubungan internasional dengan kerajaan-kerajaan Islam di Timur Tengah, seperti
Turki, Abysinia, dan Mesir. Bahkan sekitar tahun 1563, ia mengirimkan utusannya
ke Konstantinopel untuk meminta bantuannya kepada Turki dalam melakukan
penyerangan terhadap Portugis yang menguasai wilayah Aceh dan sekitarnya. Mereka
berhasil menguasai Batak, Aru dan Baros, dan menempatkan sanak saudaranya untuk
memimpin daerah-daerah tersebut. Penyerangan yang dilakukan oleh Kerajaan Aceh
ini tak luput dari bantuan tentara Turki.
Mansyur Syah atau
Sultan Alauddin Mansyur Syah dari Kerajaan Perak di Semenanjung adalah orang
berikutnya yang naik tahta. Ia merupakan menantu Sultan Ali Ri’ayat Syah.
Menurut Hikayat Bustan as-Salatin, ia
adalah seorang yang sangat baik, jujur dan mencintai para ulama. Karena itulah
banyak para ulama baik dari nusantara maupun luar negeri yang datang ke
Kerajaan Aceh. Hingga akhirnya ia wafat pada tahun 1585 dan digantikan oleh
Sultan Alauddin Ri’ayat Syah ibn Sultan Munawar Syah yang memerintah hingga
tahun 1588. Sejak tahun1588, Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Alauddin
Ri’ayat Syah ibn Firman Syah atau Sultan Muda hingga tahun 1607 (Poesponegoro:
2010, 30-31)
Kerajaan Aceh
mulai mengalami masa keemasan atau puncak kekuasaan di bawah pimpinan Sultan
Iskandar Muda, yaitu sekitar tahun 1607 sampai tahun 1636. Pada masa Sultan
Iskandar Muda, Kerajaan Aceh mengalami peningkatan dalam berbagai bidang, yakni
dalam bidang politik, ekonomi-perdagangan, hubungan internasional, memperkuat
armada perangnya, serta mampu mengembangakan dan memperkuat kehidupan Islam.
Bahkan kedudukan Bangsa Portugis di Malaka pun semakin terdesak akibat
perkembangan yang sangat pesat dari Kerajaan Aceh di bawah pimpinan Sultan
Iskandar Muda (Poesponegoro: 2010, 31)
Sultan Iskandar
Muda memperluas wilayah teritorialnya dan terus meningkatkan perdagangan
rempah-rempah menjadi suatu komoditi ekspor yang berpotensial bagi kemakmuran
masyarakat Aceh. Ia mampu menguasai Pahang tahun 1618, daerah Kedah tahun 1619,
serta Perak pada tahun 1620, dimana daerah tersebut merupakan daerah penghasil timah.
Bahkan dimasa kepemimpinannya Kerajaan Aceh mampu menyerang Johor dan Melayu
hingga Singapura sekitar tahun 1613 dan 1615. Ia pun diberi gelar Iskandar
Agung dari Timur.
Kemajuan dibidang
politik luar negeri pada era Sultan Iskandar Muda, salah satunya yaitu Aceh
yang bergaul dengan Turki, Inggris, Belanda dan Perancis. Ia pernah mengirimkan
utusannya ke Turki dengan memberikan sebuah hadiah lada sicupak atau lada
sekarung, lalu dibalas dengan kesultanan Turki dengan memberikan sebuah meriam
perang dan bala tentara, untuk membantu Kerajaan Aceh dalam peperangan. Bahkan
pemimpin Turki mengirimkan sebuah bintang jasa pada sultan Aceh (Harry
Kawilarang, 2008: 21-22)
Dalam lapangan
pembinaan kesusasteraan dan ilmu agama, Aceh telah melahirkan beberapa ulama
ternama, yang karangan mereka menjadi rujukan utama dalam bidang masing-masing,
seperti Hamzah Fansuri dalam bukunya Tabyan Fi Ma'rifati al-U Adyan, Syamsuddin
al-Sumatrani dalam bukunya Mi'raj al-Muhakikin al-Iman, Nuruddin Al-Raniri
dalam bukunya Sirat al-Mustaqim, dan Syekh Abdul Rauf Singkili dalam bukunya
Mi'raj al-Tulabb Fi Fashil
Dalam hubungan
ekonomi-perdagangan dengan Mesir, Turki, Arab, juga dengan Perancis, Inggris,
Afrika, India, Cina, dan Jepang. Komoditas-komoditas yang diimpor antara lain:
beras, guci, gula (sakar), sakar lumat, anggur, kurma, timah putih dan hitam,
besi, tekstil dari katun, kain batik mori, pinggan dan mangkuk, kipas, kertas,
opium, air mawar, dan lain-lain yang disebut-sebut dalam Kitab Adat Aceh. Komoditas yang diekspor dari Aceh sendiri antara
lain kayu cendana, saapan, gandarukem (resin), damar, getah perca, obat-obatan
(Poesponegoro: 2010, 31)
Di bawah
kekuasannya kendali kerajaan berjalan dengan aman, tentram dan lancar. Terutama
daerah-daerah pelabuhan yang menjadi titik utama perekonomian Kerajaan Aceh,
dimulai dari pantai barat Sumatra hingga ke Timur, hingga Asahan yang terletak
di sebelah selatan. Hal inilah yang menjadikan kerajaan ini menjadi kaya raya,
rakyat makmur sejahtera, dan sebagai pusat pengetahuan yang menonjol di Asia
Tenggara (Harry Kawilarang, 2008: 24)
B. Kehidupan Sosial, politik dan Ekonomi
1. Kehidupan Sosial
Adalanya
penggolongan masyarakat menjadi beberapa golongan, yaitu teuku (kaum
bangsawan), golongan teungku (Kaum ulama yang memegang), Hulubalang (prajurit) serta rakyat biasa.
Antara Golongan teuku dan Teungku sering timbul persaingan yang mengakibatkan
melemahnya kerajaan Aceh.
2. Kehidupan Politik
Aceh tumbuh secara
cepat menjadi kerajaan besar karena didukung oleh letaknya yang strategis,
kemudian Kerajaannya memiliki Bandar pelabuhan. Aceh juga memiliki daerah yang
kaya akan tanaman lada. Tanaman ini sendiri merupakan komoditi ekspor yang
sangat penting. Selain itu, jatuhnya malaka ke tangan Portugis menyebabkan
pedagang Islam banyak singgah ke Aceh, ditambah Jalur pelayaran beralih melalui
sepanjang pantai barat Sumatera.
3. Kehidupan Ekonomi
Letaknya yang
sangat strategis, di jalur pelayaran dan perdagangan Selat malakah
menitikberatkan pada , maka Kerajaan Aceh menitikberatkan pada perekonomian
pada bidang perdagangan. Penguasaan atas daerah pantai barat dan timur sumatera
banyak menghasilkan lada. Sementara di Semenanjung Malaka menghasilkan lada dan
timah.
C. Penyebab Mundurnya kerajaan Aceh
Berikut merupakan factor yang mengakibatkan kerajaan
Aceh mengalami kemunduran.
1)
Kekalahan
perang antara Aceh melawan portugis di Malaka pada tahun 1629 M
2)
Tokoh
pengganti Sultan Iskandar Muda tidaklah sebaik yang terdahulu.
3)
Permusuhan
yang hebat diantara kaum ulama yang menganut ajaran Syamsyudias-Sumatra dan
penganut ajaran Nur ad-Din ar-raniri
4)
Saerah-daerah
yang jauh dari pemerintahan pusat melepaskan diri dari Aceh
5)
Pertahanan
Aceh lemah sehingga bangsa-bangsa Eropa berhasil mendesak dan menggeser daerah
perdagangan Aceh. Akhirnya, perekonomian di Aceh menjadi melemah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa kerajaan Aceh merupakan kerajaan bercorak Islam yang
letaknya sangat strategis di jalur pelayaran dan perdagangan internasional.
Aceh juga memiliki daerah kekuasaan yang sangat luas, sehingga Kerajaan ini
sangan maju terutama di bidang perekonomiannya. Perkembangannya sangat pesat
terlebih saat pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Dibawah kepemimpinannya,
kerajaan Aceh tumbuh menjadi kerajaan yang besar dan berkuasa atas perdagangan
Islam. Bahkan telah menjadi Bandar transito yang dapat menghubungkan seluruh pedagang dunia barat.
B. Saran
Makalah yang ditulis adalah
makalah yang jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
saran dari pembaca demi kemajuan dari makalah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
http://niken11ips3-19.blogspot.co.id/2013/11/makalah-kerajaan-aceh_16.html
https://checilianafradella.wordpress.com/2014/10/31/makalah-sejarah-aceh-darusalam/
Tim Edukatif HTS, Modul Sejarah IPS, Surakarta, CV Hayati
Tumbuh Subur
No comments:
Post a Comment