BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Hirobbil Alamin, Puji
Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat, taufik serta hidayah-Nya
sehingga penulis mampu dan dapat menyelesaikan Makalah ini. Makalah ini di buat
untuk memenuhi tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia tentang BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK).
Penulisan Makalah ini dapat selesai dengan baik berkat bantuan bimbingan
dan arahan dari berbagai pihak. Semoga budi baik mereka di terima Allah SWT
sebagai amal ibadah dan akan diberi balasan berupa pahala yang berlipat ganda.
Dan penulis menyadari bahwa penulisan Makalah ini masih banyak kekurangannya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari pembaca guna penyempurnaan Makalah ini.
Penulis mengharapkan semoga Makalah ini bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukan khususnya untuk teman-teman di sekolah dan masyarakat pada umumnya.
Haurgeulis,
Desember
2018
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR
ISI........................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah...................................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah................................................................................ 1
1.3 Tujuan
Penulisan.................................................................................. 1
1.4 Manfaat
Penulisan............................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah................................................................................................. 2
2.2 Tugas
dan Kewenangan...................................................................... 3
2.3 Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara.............................................. 4
2.4 Monitoring
dan Evaluasi Pencapaian Rencana Strategis..................... 5
2.5 Belum
maksimalnya hasil pemeriksaan yang dilakukan BPK............. 6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
......................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Badan pemeriksa keuangan BPK adalah lembaga tinggi
negara dalam system ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa
pengelolaan dan tanggungjawab keuangan Negara. BPK bersifat bebas dan mandiri. BPK
memiliki tugas yang begitu besar seperti memeriksa seluruh keuangan negara yang
berasal dari berbagai lembaga. Banyak masyarakat Indonesia yang tidak
mengetahui apa tugas & Fungsi dari BPK itu sendiri. Sehingga dalam makalah
ini kami akan menjelaskan lebih rinci mengenai BPK agar masyarakat Indonesia
khususnya para siswa mengetahui apa BPK yang sebenarnya.
1.2 Rumusan Masalah
A. Apa
yang dimaksud dengan BPK?
B. Apa
fungsi dan tugas BPK?
1.3 Tujuan Penulisan
A. Mengetahui
sejarah BPK
B. Memahami
definisi BPK
C. Mengetahui
fungsi dan tugas dari BPK
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini
adalah agar para pembaca makalah ini mengetahui sejarah BPK & definisinya
& fungsi dan tugas dari BPK. Sehingga masyarakat Indonesia paham mengenai BPK
BAB II
PEMBAHASAN
Pada Tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit Presiden
RI yang menyatakan berlakunya kembali UUD Tahun 1945. Dengan demikian Dewan
Pengawas Keuangan berdasarkan UUD 1950 kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan
berdasarkan Pasal 23 (5) UUD Tahun 1945. Meskipun Badan Pemeriksa Keuangan
berubah-ubah menjadi Dewan Pengawas Keuangan RIS berdasarkan konstitusi RIS
Dewan Pengawas Keuangan RI (UUDS 1950), kemudian kembali menjadi Badan
Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUD Tahun 1945, namun landasan pelaksanaan
kegiatannya masih tetap menggunakan ICW dan IAR.
Dalam amanat-amanat Presiden yaitu Deklarasi Ekonomi
dan Ambeg Parama Arta, dan di dalam Ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960 serta
resolusi MPRS No. 1/Res/MPRS/1963 telah dikemukakan keinginan-keinginan untuk
menyempurnakan Badan Pemeriksa Keuangan, sehingga dapat menjadi alat kontrol
yang efektif. Untuk mencapai tujuan itu maka pada tanggal 12 Oktober 1963,
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No.
7 Tahun 1963 (LN No. 195 Tahun 1963) yang kemudian diganti dengan Undang-Undang
(PERPU) No. 6 Tahun 1964 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Gaya Baru. Untuk
mengganti PERPU tersebut, dikeluarkanlah UU No. 17 Tahun 1965 yang antara lain
menetapkan bahwa Presiden, sebagai Pemimpin Besar Revolusi pemegang kekuasaan
pemeriksaan dan penelitian tertinggi atas penyusunan dan pengurusan Keuangan
Negara. Ketua dan Wakil Ketua BPK RI berkedudukan masing-masing sebagai Menteri
Koordinator dan Menteri.
Akhirnya oleh MPRS dengan Ketetapan No.X/MPRS/1966
Kedudukan BPK RI dikembalikan pada posisi dan fungsi semula sebagai Lembaga
Tinggi Negara. Sehingga UU yang mendasari tugas BPK RI perlu diubah dan
akhirnya baru direalisasikan pada Tahun 1973 dengan UU No. 5 Tahun 1973 Tentang
Badan Pemeriksa Keuangan.
Dalam era Reformasi sekarang ini, Badan Pemeriksa
Keuangan telah mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR RI dalam Sidang
Tahunan Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa
eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR
No.VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa
Keuangan sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara dan
peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independen dan
profesional. Untuk lebih memantapkan tugas BPK RI, ketentuan yang mengatur BPK
RI dalam UUD Tahun 1945 telah diamandemen. Sebelum amandemen BPK RI hanya
diatur dalam satu ayat (pasal 23 ayat 5) kemudian dalam Perubahan Ketiga UUD 1945
dikembangkan menjadi satu bab tersendiri (Bab VIII A) dengan tiga pasal (23E,
23F, dan 23G) dan tujuh ayat.[2]
Untuk menunjang tugasnya, BPK RI didukung dengan
seperangkat Undang-Undang di bidang Keuangan Negara, yaitu;
·
UU No.17 Tahun 2003 Tentang keuangan Negara
·
UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
·
UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
2.2 Tugas dan Kewenangan
A. Tugas BPK
BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara
lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan
Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
B. Kewenangan BPK
Dalam melaksanakan tugasnya, BPK berwenang:
·
menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan
melaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta
menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan;
·
meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan
oleh setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga
Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum,
Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan
negara;
·
melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang
dan barang milik negara, di tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata
usaha keuangan negara, serta pemeriksaan terhadap perhitungan-perhitungan,
surat-surat, bukti-bukti, rekening koran, pertanggungjawaban, dan daftar
lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara;
·
menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi
mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang wajib disampaikan
kepada BPK;
·
menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara
setelah konsultasi dengan Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib
digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
·
menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara;
·
menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga
pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK;
·
membina jabatan fungsional Pemeriksa;
·
memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi
Pemerintahan; dan
·
memberi pertimbangan atas rancangan sistem
pengendalian intern Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah.
2.3 Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
Standar Pemeriksaan merupakan patokan bagi para
pemeriksa dalam melakukan tugas pemeriksaannya. Seiring dengan perkembangan
teori pemeriksaan, dinamika masyarakat yang menuntut adanya transparansi dan
akuntabilitas, serta kebutuhan akan hasil pemeriksaan yang bernilai tambah
menuntut BPK menyempurnakan standar audit pemerintahan (SAP) 1995. SAP 1995
dirasa tidak dapat memenuhi tuntutan dinamika masa kini. Terlebih lagi sejak
adanya reformasi konstitusi di bidang pemeriksaan maka untuk memenuhi amanat
Pasal 5 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-undang Nomor
15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, BPK harus menyusun standar
pemeriksaan yang dapat menampung hal tersebut. Di awal tahun 2007 ini, BPK
telah berhasil menyelesaikan penyusunan standar pemeriksaan yang diberi nama
'Standar Pemeriksaan Keuangan Negara' atau disingkat dengan 'SPKN'.
SPKN ini ditetapkan dengan peraturan BPK Nomor 01
Tahun 2007 sebagaimana amanat UU yang ada. Dengan demikian, sejak ditetapkannya
Peraturan BPK ini dan dimuatnya dalam Lembaran Negara, SPKN ini akan mengikat
BPK maupun pihak lain yang melaksanakan pemeriksaan keuangan negara untuk dan
atas nama BPK. Inilah tonggak sejarah dimulainya reformasi terhadap pemeriksaan
yang dilakukan BPK setelah 60 tahun pelaksanaan tugas konstitusionalnya. Dengan
demikian, diharapkan hasil pemeriksaan BPK dapat lebih berkualitas yaitu
memberikan nilai tambah yang positif bagi pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara. Selanjutnya akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan
hidup masyarakat Indonesia seluruhnya.
Penyusunan SPKN ini telah melalui proses sebagaimana
diamanatkan dalam undang-undang maupun dalam kelaziman penyusunan standar
profesi. Hal ini tidaklah mudah, oleh karenanya, SPKN ini akan selalu dipantau
perkembangannya dan akan selalu dimutakhirkan agar selalu sesuai dengan
dinamika yang terjadi di masyarakat.
Hal yang terpenting dari sebuah proses penyusunan SPKN
bukanlah terletak pada kualitas SPKN-nya melainkan terletak pada kesuksesan
dalam penerapannya. Oleh karenanya segala kegiatan yang dapat memungkinkan
terlaksananya SPKN ini secara benar dan konsekuen harus dilakukan. Inilah tugas
kita bersama.
2.4 Monitoring dan Evaluasi Pencapaian
Rencana Strategis
Untuk mengukur keberhasilan Renstra Tahun 2011-2015,
BPK mengaplikasikan Sistem Manajemen Kinerja (SIMAK) berbasis Balance Scorecard
(BSC) yang dapat secara online memonitor, mengevaluasi, dan mengukur capaian
kinerja BPK secara keseluruhan (BPK-Wide). Monitoring atas pengukuran kinerja
tersebut didukung oleh pemantauan atas realisasi kegiatan dan output melalui
mekanisme laporan bulanan dengan memperhatikan kesesuaian terhadap Rencana
Kegiatan Pemeriksaan (RKP)/Rencana Kegiatan Setjen dan Penunjang (RKSP).
Untuk mendukung pemantauan pelaksanaan kegiatan
Inisiatif Strategis (IS) telah digunakan aplikasi Sistem Manajemen Inisiatif
Strategis (SIMANIS). Hasil Pemantauan terhadap perkembangan pelaksanaan dan
penyelesaian IS beserta kegiatan-kegiatan yang tercantum di dalamnya dilakukan
secara triwulanan dan dituangkan dalam Laporan Monitoring IS. Pemantauan tersebut
bertujuan untuk:
memetakan perkembangan pelaksanaan dan pencapaian
seluruh IS dalam rangka pelaksanaan evaluasi pelaksanaan Renstra BPK 2011-2015;
menyediakan informasi terkait perkembangan pelaksanaan
dan penyelesaian IS kepada pimpinan BPK, seluruh satker pengelola IS, dan
seluruh pelaksana dan pegawai BPK, termasuk informasi mengenai kendala yang
dihadapi dalam pelaksanaan IS sehingga dapat diidentifikasikan tindakan
perbaikan yang dapat dilakukan dan informasi mengenai best practice pengelolaan
IS yang dapat di-share kepada pengelola IS yang lain; dan
meningkatkan motivasi dan peran serta seluruh pihak
yang terlibat dalam pengelolaan IS sehingga seluruh kegiatan IS dapat
dilaksanakan dengan efektif dan tepat waktu.
Monitoring dan Evaluasi atas pencapaian Renstra
meliputi anggaran, output, indikator kinerja utama, dan inisiatif strategis
tersebut secara komprehensif dituangkan ke dalam Laporan Triwulanan Kegiatan
Pelaksana BPK yang disampaikan kepada Pimpinan BPK.
2.5 Belum maksimalnya hasil pemeriksaan
yang dilakukan BPK
“Mantan Auditor Akui BPK Memiliki Kelemahan”. Komisi
XI DPR melanjutkan proses fit and proper test (uji kepatutan dan kelayakan)
calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Senin (27/2). Maju sebagai calon
kali ini adalah Ivone Carolina Nalley. Mantan auditor BPK ini menyatakan, peran
anggota BPK belum maksimal dalam melakukan audit. Hal ini menyebabkan kualitas
temuan pemeriksaan belum bermakna dalam upaya penyelamatan keuangan negara.
Ivone mengatakan, banyak analisa BPK yang masih keliru
dalam melakukan pemeriksaan. Hal itu bisa dilihat dari hasil pemeriksaan yang
dilakukan lembaga itu belum maksimal. Bahkan, dia menilai audit standar kinerja
auditor BPK masih kalah dengan yang dimiliki Badan Pengawas Keuangan
Pembangunan (BPKP). Dia menyarankan bagian penelitian dan pengembangan
(litbang) atau pusat pendidikan dan pelatihan (pusdiklat) BPK bisa berperan
dengan memberikan pendidikan melalui materi yang lebih jelas agar mendukung
pekerjaan auditor. Selain itu, Ivone berpendapat seharusnya BPK memiliki
tanggung jawab terhadap banyaknya temuan audit yang tidak ditindaklanjuti.
Dalam hal ini, BPK mesti mengadakan sebuah mekanisme koreksi internal. “Temuan
audit BPK banyak yang disampaikan ke DPR tiap enam bulan, tapi banyak yang
tidak ditindaklanjuti,” ujarnya.
Ivone juga menyinggung masalah suap yang terkadang
menggoda auditor BPK dalam melakukan tugasnya. Menurutnya, sekecil apa pun
pemberian dari pihak yang diperiksa tidak patut diterima oleh auditor. Dia
khawatir hal itu bisa mengganggu independensi BPK itu sendiri. Sekadar ingatan,
pada 22 Juni tahun 2010, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua auditor
BPK, yaitu Suharto dan Enang Hernawan. Mereka diduga melanggar pasal 12 huruf a
dan atau pasal 5 ayat (2) atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pada 8 november 2010, majelis hakim Pengadilan Tipikor
Jakarta memvonis keduanya dengan hukuman empat tahun penjara. Selain hukuman
penjara, kedua terdakwa juga wajib membayar denda Rp200 juta. Bila tidak
membayar, maka hukuman diganti dengan tiga bulan kurungan. Hukuman dijatuhkan
karena kedua terdakwa dinilai terbukti menerima suap dari Pemerintah Kota
Bekasi. Dalam uji kepatutan sebelumnya, Auditor Utama KN II BPK, Syafri Adnan
Baharuddin, membuka kelemahan lembaganya. Dia mengakui pemeriksaan kinerja yang
dilakukan BPK saat ini masih memiliki beberapa kelemahan dari aspek perencanaan
strategis maupun pelaksanaan. “Pada akhirnya berdampak pada kualitas hasil
pemeriksaan kinerja yang belum sesuai dengan standar pemeriksaan kinerja maupun
harapan serta kebutuhan para pemilik kepentingan,” tuturnya.
Sementara itu, mantan Kepala Badan Pengatur Hilir
Migas (BPH Migas), Tubagus Haryono, mendadak mengundurkan diri dari bursa calon
anggota BPK. Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis menjelaskan, pengunduran
diri tersebut dikarenakan yang bersangkutan belum dua tahun meninggalkan
posisinya sebagai kuasa pengguna anggaran. Hal itu sebagaimana diatur dalam
pasal 13 butir j Undang-Undang tentang BPK, yakni anggota BPK minimal telah dua
tahun meninggalkan posisinya dari lingkungan pengelola keuangan negara. “Karena
Pak Tubagus mengundurkan diri, maka calon yang diuji Komisi XI tinggal 34
orang,” kata Harry. Sebelumnya, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch
(IAW), Iskandar Sitorus, mengatakan dari 35 orang calon anggota BPK, beberapa
diantaranya masih aktif menjabat di lingkungan lembaga keuangan negara.
Menurutnya, rekomendasi DPD itu melanggar Pasal 13 butir j UU BPK. Dia meminta
Komisi XI berhati-hati mencermatinya agar DPR tidak terjebak pada perbuatan
melawan hukum di kemudian hari.
Sementara itu, anggota Komisi XI Nurdin Tampbolon
mengingatkan agar rekan-rekannya memilih calon yang benar-benar memiliki
integritas dan independen. Hal ini penting untuk menjaga profesionalitas, moral,
dan etika dalam melaksanakan tugasnya ke depan. “Para calon harus terhindar
dari kepentingan apa pun,” tandasnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Badan pemeriksa keuangan BPK adalah lembaga tinggi
negara dalam system ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa
pengelolaan dan tanggungjawab keuangan Negara. BPK bersifat bebas dan mandiri.
BPK memiliki tugas yang begitu besar seperti memeriksa seluruh keuangan negara
yang berasal dari berbagai lembaga.
Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK RI) perlu
meningkatkan proporsi audit kinerja atas seluruh jumlah pemeriksaan yang
dilaksanakannya. Hal ini merupakan salah satu rekomendasi dalam laporan hasil
peer review BPK RI tahun 2014 yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Negara
Polandia (Najwyzsza Izba Kontroli/NIK). Selain itu, hasil peer review juga
merekomendasikan antara lain meningkatkan akses publik atas laporan hasil
pemeriksaan BPK RI, meningkatkan proporsi jumlah auditor dibandingkan non
auditor, meningkatkan kualitas audit atas teknologi informasi dalam pemeriksaan
kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu, serta meningkatkan mutu laporan
dengan pemerolehan keyakinan mutu sebelum laporan diterbitkan.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
http://www.siskayulianti.go.id/tentangBPKRI
[2] http://www.wikipedia.com/lembaga/negara/indonesia
[3]
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan
[4]
Undang-Undang, Loc. Cit.
[5]
http://www.BPKRI.com/reviu/atas/laporan/kerja
[6]
http://www.BPKRI.com/siaran_pers
[7]
http://www.ANTARA.go/adoemarboun/auditkerjaBPK
No comments:
Post a Comment