MAKALAH ORGANISASI KERJASAMA ISLAM
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabaraktuh
Alhamdulillahirrabbil
alamin, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah dan rizki, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
dengan sebaik-baiknya. Tugas yang kami buat adalah berupa makalah mengenai
organisasi internasional. Pembahasan yang kami bahas dalam makalah ini adalah
mengenai Organisasi Kerjasama Islam (OKI).
Makalah
ini kami susun sebagai penyelesaian tugas pelajaran PKn di sekolah yang diberikan
oleh guru pembimbing kami yaitu Pak Mahmut selaku guru PKn kelas XI IPA 2.
Makalah ini akan membahas mengenai Organisasi Kerjasama Islam yang merupakan
salah satu dari organisasi internasional yang Indonesia merupakan anggotanya.
Selain Indonesia negara-negara lain yang mayoritas agama penduduknya adalah
islam juga menjadi bagian dari organisasi ini. Pembahasan lebih lanjut akan
dibahas pada BAB III Pembahasan.
Kami
juga berterimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya
penulisan makalah ini. Dengan ditulisnya makalah ini kami harap pembaca dapat
paham dan tahu mengenai organisasi internasional yaitu Organisasi Kerjasama
Islam. Semoga makalah ini bermanfaat.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabaraktuh
Haurgeulis, Desember 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 1
1.1
LATAR BELAKANG........................................................................................ 1
1.2 TUJUAN
DAN PRINSIP................................................................................... 2
1.2.1 TUJUAN ORGANISASI KERJA SAMA ISLAM.................................. 2
1.2.2 PRINSIP ORGANISASI KERJA SAMA ISLAM.................................. 2
BAB II TEORI DASAR............................................................................................. 3
2.1 UU RI NO. 37
TAHUN 1999............................................................................... 3
BAB III PEMBAHASAN........................................................................................... 4
3.1 ANGGOTA OKI................................................................................................... 4
3.2 BADAN-BADAN
UTAMA................................................................................. 4
3.2.1 KONFERENSI PARA RAJA DAN KEPALA NEGARA/
PEMERINTAHAN...................................................................................... 4
3.2.2 KONFERENSI
PARA MENTERI LUAR NEGERI................................. 5
3.2.3 SEKRETARIAT
JENDRAL....................................................................... 6
3.2.4. MAHKAMAH
ISLAM INTERNASIONAL............................................ 7
3.3 KOMITE KHUSUS............................................................................................... 7
3.4 BADAN-BADAN
SUBSIDER............................................................................ 7
3.5 ORGAN-ORGAN
KHUSUS................................................................................ 8
3.6 KEANGGOTAAN
INDONESIA DALAM OKI................................................ 8
3.6.1 PERANAN INDONESIA........................................................................... 8
3.6.2 ALASAN MASUKNYA INDONESIA DALAM OKI............................ 9
3.6.3 KEPENTINGAN INDONESIA DALAM OKI......................................... 10
3.6.4 PERDAGANGAN INDONESIA DENGAN NEGARA ANGGOTA OKI 10
BAB IV PENUTUP..................................................................................................... 12
4.1 KESIMPULAN..................................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Organisasi
Konferensi Islam (OKI) merupakan organisasi internasional non militer yang
didirikan di Rabat, Maroko pada tanggal 12 Rajab 1389 H/ 25 September 1969.
Dipicu oleh peristiwa pembakaran Mesjid Al Aqsha yang terletak di kota Al Quds
(Jerusalem) pada tanggal 21 Agustus 1969oleh pengikut fanatik kristen dan
yahudi di Jerusalem, telah menimbulkan reaksi keras dunia, terutama dari
kalangan umat Islam. Saat itu dirasakan adanya kebutuhan yang mendesak untuk
mengorganisir dan menggalang kekuatan dunia Islam serta mematangkan sikap dalam
rangka mengusahakan pembebasan Al Quds.
Atas
prakarsa Raja Faisal dari Arab Saudi dan Raja Hassan II dari Maroko, dengan
Panitia Persiapan yang terdiri dari Iran, Malaysia, Niger, Pakistan, Somalia,
Arab Saudi dan Maroko, terselenggara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Islam yang
pertama pada tanggal 22-25 September 1969 di Rabat, Maroko. Konferensi
ini merupakan titik awal bagi pembentukan Organisasi Konferensi Islam
(OKI).
Secara
umum latar belakang terbentuknya OKI adalah sebagai berikut :
Tahun
1964 : Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Arab di Mogadishu timbul
suatu ide untuk menghimpun kekuatan Islam dalam suatu wadah internasional.
Tahun
1965 : Diselenggarakan Sidang Liga Arab sedunia di Jeddah Saudi Arabia
yang mencetuskan ide untuk menjadikan umat Islam sebagai suatu kekuatan yang
menonjol dan untuk menggalang solidaritas Islamiyah dalam usaha
melindungi umat Islam dari zionisme khususnya.
Tahun
1967 : Pecah Perang Timur Tengah melawan Israel. Oleh karenanya solidaritas
Islam di negara-negara Timur Tengah meningkat.
Tahun
1968 : Raja Faisal dari Saudi Arabia mengadakan kunjungan ke
beberapa negara Islam dalam rangka penjajagan lebih lanjut untuk membentuk
suatu Organisasi Islam Internasional.
Tahun
1969 : Tanggal 21 Agustus 1969 Israel merusak Mesjid Al Aqsha. Peristiwa
tersebut menyebabkan memuncaknya kemarahan umat Islam terhadap Zionis Israel.
Seperti
telah disebutkan diatas, Tanggal 22-25 September 1969 diselenggarakan
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) negara-negara Islam di Rabat, Maroko untuk
membicarakan pembebasan kota Jerusalem dan Mesjid Al Aqsa dari cengkeraman
Israel. Dari KTT inilah OKI berdiri.
Akhir-akhir
ini OKI mengubah namanya yang dari sebelumnya Organisasi Konferensi Islam
menjadi Organisasi Kerja Sama Islam pada tanggal 28 Juni 2011.
1.2 TUJUAN DAN PRINSIP
1.2.1 TUJUAN ORGANISASI KERJA SAMA ISLAM
Secara
umum tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk mengumpulkan bersama
sumber daya dunia Islam dalam mempromosikan kepentingan mereka dan
mengkonsolidasikan segenap upaya negara tersebut untuk berbicara dalam satu
bahasa yang sama guna memajukan perdamaian dan keamanan dunia muslim. Secara
khusus, OKI bertujuan pula untuk memperkokoh solidaritas Islam diantara
negara anggotanya, memperkuat kerjasama dalam bidang politik, ekonomi, sosial,
budaya dan iptek.
Pada
Konferensi Tingkat Menteri (KTM) III OKI, bulan FebruarI 1972, telah diadopsi
piagam organisasi yang berisi tujuan OKI secara lebih lengkap, yaitu :
a.
Memperkuat/memperkokoh :
1)
solidaritas diantara negara anggota;
2)
kerjasama dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan
iptek.
3)
perjuangan umat muslim untuk melindungi kehormatan kemerdekaan
dan hak-haknya.
b. Aksi
bersama untuk :
1)
melindungi tempat-tempat suci umat Islam;
2)
memberi semangat dan dukungan kepada rakyat Palestina dalam
memperjuangkan haknya dan kebebasan mendiami daerahnya.
c.
Bekerjasama untuk :
1)
menentang diskriminasi rasial dan segala bentuk penjajahan;
2)
menciptakan suasana yang menguntungkan dan saling pengertian
diantara negara anggota dan negara-negara lain.
1.2.2 PRINSIP ORGANISASI KERJA SAMA ISLAM
Untuk
mencapai tujuan diatas, negara-negara anggota OKI menetapkan 5 prinsip, yaitu :
a.
Persamaan mutlak antara negara-negara anggota
b.
Menghormati hak menentukan nasib sendiri, tidak campur tangan
atas urusan dalam negeri negara lain.
c.
Menghormati kemerdekaan, kedaulatan dan integritas wilayah
setiap negara.
d.
Penyelesaian setiap sengketa yang mungkin timbul melalui cara-cara
damai seperti perundingan, mediasi, rekonsiliasi atau arbitrasi.
e.
Abstein dari ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap
integritas wilayah, kesatuan nasional atau kemerdekaan politik sesuatu negara.
BAB II
TEORI DASAR
UU RI NO. 37 TAHUN 1999
Sesuai
UU RI No. 37 Tahun 1999 tentang hubungan luar negeri, organisasi internasional
diartikan sebagai organisasi antar pemerintah. Tugas dari organisasi
internasional adalah sebagai media untuk melakukan kerja sama antarnegara di
dunia. Sedangkan pengertian organisasi internasional sendiri adalah organisasi
yang dibentuk oleh negara-negara di dunia untuk mencapai tujuan tertentu.
Indonesia
sebagai negara yang menjalankan politik bebas aktif, selalu aktif dalam menjadi
bagian dari organisasi internasional. Organisasi internasional ini menjadi
pilar utama dalam menjembatani kebutuhan-kebutuhan dari negara di dunia.
Dalam
pembentukkan organisasi internasional terdapat empat aspek yang menjadi faktor
terpenting. Keempat aspek tersebut adalah
1.
Aspek filosofi, merupakan aspek pembentukkan organisasi
internasional yang berkenaan dengan falsafah atau tema-tema pokok suatu
organisasi internasional, misalnya: tema keagamaan, tema perdamaian, tema
penentuan nasib sendiri, tema kerjasama ekonomi.
2.
Aspek hukum, adalah aspek yang berkenaan dengan
permasalahan-permasalahan konstitusional dan prosedural, misalnya:
diperlukannya constituent instrument, dapat bertindak sebagai pembuat hukum,
mempunyai personalitas dan kemampuan hukum.
3.
Aspek asministratif, adalah aspek yang berkenaan dengan
administrasi internasional, misalnya: adanya sekretariat tetap, adanya pejabat
sipil internasional, mempunyai anggaran.
4.
Aspek struktural, adalah aspek yang berkenaan dengan
permasalahan kelembagaan yang dimiliki oleh organisasi internasional.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 ANGGOTA OKI
1.
Afganistan (1969)
2.
Aljazair (1969)
3.
Chad (1969)
4.
MESIR (1969)
5.
Guinea (1969)
6.
Indonesia (1969)
7.
Iran (1969)
8.
Yordania (1969)
9.
Kuwait (1969)
10. Lebanon (1969)
11. Libya (1969)
12. Malaysia (1969)
13. Mali (1969)
14. Mauritania
(1969)
15. Maroko (1969)
16. Niger (1969)
17. Pakistan (1969)
18. Palestina
(1969)
19. Arab Saudi
(1969)
20. Yaman(1969)
21. Senegal (1970)
22. Sudan (1970)
23. Somalia(1970)
24. Tunisia(1970)
25. Turki(1970
26. Bahrain (1970)
27. Oman (1970)
28. Qatar (1970)
29. Suriah (1970)
30. Uni Emirat
Arab(1970)
31. Sierra
Leone(1972)
32. Bangladesh(1974)
33. Gabon(1974)
34. Gambia(1974)
35. Guinea-Bissau(1974)
36. Uganda(1974)
37. Burkina
Faso(1975)
38. Kamerun(1975)
39. Komoro(1976)
40. Irak(1976)
41. Maladewa(1976)
42. Djibouti(1978)
43. Benin(1982)
44. Brunei(1984)
45. Nigeria(1986)
46. Albania(1991)
47. Azerbaijan(1992)
48. Kirgizstan(1992)
49. Tajikistan
(1992)
50. Turkmenistan(1992)
51. Mozambik(1994)
52. Kazakhstan(1995)
53. Uzbekistan(1995)
54. Suriname(1996)
55. Togo(1997)
56. Guyana(1998)
57. Pantai
Gading(2001)
3.2 BADAN-BADAN UTAMA
3.2.1 KONFERENSI PARA RAJA DAN KEPALA
NEGARA/PEMERINTAHAN
Konferensi
para Raja dan Kepala Negara/Pemerintahan merupakan badan otoritas tertinggi
dalam organisasi. Semula badan tersebut mengadakan sidangnya apabila
kepentingan umat Islam memandang perlu untuk mengkaji dan mengkoordinasikan
kebijaksanaan mengenai masalah-masalah yang menyangkut kepentingan dunia Islam.
Tetapi pada KTT III OKI di Mekkah, bulan Januari 1981, ditetapkan bahwa KTT
diadakan sekali dalam tiga tahun untuk menetapkan kebijakan-kebijakan yang akan
diambil OKI.
Semenjak
kelahirannya, OKI telah menyelenggarakan 10 (sepuluh) kali KTT,
yaitu:
1.
KTT I : Rabat, Maroko, 22-25 September 1969
2.
KTT II : Lahore, Pakistan, 22-24 February 1974
3.
KTT III : Mekkah, Saudi Arabia, 25-28 January 1981
4.
KTT IV : Casablanca, Maroko, 16-19 January 1984
5.
KTT V : Kuwait, 26-29 January 1987
6.
KTT VI : Dakar, Senegal, 9-11 Desember 1991.
7.
KTT VII : Casablanca, Maroko, 13-15 Desember 1994
8.
KTT VIII : Teheran, Iran, 9-11 Desember 1997.
9.
KTT IX : Doha, Qatar, 12-13 November 2000
10.
KTT X : Kuala Lumpur, Malaysia, 16-17 Oktober 2003
3.2.2
KONFERENSI PARA MENTERI LUAR NEGERI
Dalam
Article V Piagam OKI disebutkan bahwa Konferensi Para Menteri Luar Negeri (KTM)
diadakan sekali dalam setahun bertempat disalah satu negara anggota.
Pertemuan yang dihadiri oleh para Menteri Luar Negeri tersebut akan
memeriksa dan menguji "progress report" dari
implementasi atas keputusan-keputusan dari kebijakan yang diambil pada
pertemuan puncak.
KTM
Luar Biasa dapat diadakan atas permintaan satu atau beberapa negara anggota
atau diminta oleh Sekretaris Jenderal dengan persetujuan mayoritas dua per tiga
negara anggota. KTM berhak pula meminta disidangkannya Konferensi Tingkat
Tinggi.
Sampai
saat ini telah dilangsungkan 30 kali KTM dengan negara penyelenggara (tuan
rumah) sebagai berikut :
1.
KTM I : Jeddah, Saudi Arabia, Maret 1970
2.
KTM II : Karachi, Pakistan, Desember 1971
3.
KTM III : Jeddah, Saudi Arabia, February – Maret 1972
4.
KTM IV : Bengazi, Libya, 24-26 Maret 1973
5.
KTM V : Kuala Lumpur, Malaysia, 21-25 Juni 1974
6.
KTM VI : Jeddah, Saudi Arabia, 12-17 Juli 1975
7.
KTM VII : Istanbul, Turki, 12-15 Mei 1976
8.
KTM VIII : Tripoli, Libya, 16-22 Mei 1977
9.
KTM IX : Dakar, Senegal, 24-28 April 1978
10.
KTM X : Fez, Maroko, Mei 8-12 Mei 1979
11.
KTM XI : Islamabad, Pakistan, 17-22 Mei 1980
12.
KTM XII : Baghdad, Irak, 1-5 Juni 1981
13.
KTM XIII : Niamey, Nigeria, 22-26 Agustus 1982
14.
KTM XIV : Dhaka, Bangladesh, 6-11 Desember 1983
15.
KTM XV : Sana'a, Yaman Utara, 18-22 Desember 1984
16.
KTM XVI : Fez, Maroko, 6-10 Januari 1986
17.
KTM XVII : Amman,
Jordania, 21-25 Maret 1988
18.
KTM XVIII : Riyadh, Saudi Arabia, 13-16 Maret
1989
19.
KTM XIX : Kairo, Mesir, 31 Juli – 5 Agustus 1990
20.
KTM XX : Istanbul, Turki, 4-8 Agustus 1991
21.
KTM XXI : Karachi, Pakistan, 25-29 April 1993
22.
KTM XXII :
Casablanca, Maroko, 10-12 Desember 1994
23.
KTM XXIII : Conakry, Guinea, 9-12 Desember
1995
24.
KTM XXIV : Jakarta, Indonesia, 9-13 Desember
1996
25.
KTM XXV : Doha,
Qatar, 15-17 Maret 1998
26.
KTM XXVI : Ouagadougou, Burkina Faso, 28 Juni
– 1 Juli 1999
27.
KTM XXVII : Kuala Lumpur, Malaysia, 27-30 Juni 2000
28.
KTM XXVIII :
Bamako, Mali, 25-29 Juni 2001
29.
KTM XXIX : Khartoum, Sudan, 25-27 Juni 2002
30.
KTM XXX : Teheran, Iran, 28-30 Mei 2003
Sebagaimana
telah menjadi kebiasaan, maka para Menteri Luar Negeri negara anggota OKI juga
mengadakan Sidang Konsultasi Tingkat Menteri di New York dalam rangka
Persidangan Majelis Umum PBB. Disamping itu ada pula Sidang-sidang KTM Luar
Biasa.
3.2.3
SEKRETARIAT JENDRAL
Sekretariat
Jenderal merupakan organ eksekutif OKI dan dipimpin oleh seorang Sekretaris
Jenderal (Sekjen) dengan 4 (empat) orang Asisten Sekjen. Sekjen dipilih oleh
KTM untuk masa jabatan 4 (empat) tahun dan tidak dapat dipilih kembali.
Perubahan jabatan menjadi empat tahun tersebut ditetapkan dalam KTT III di
Mekkah tahun 1981 sedangkan sebelumnya masa jabatan tersebut hanya untuk dua
tahun saja tetapi dapat diperpanjang untuk masa tidak lebih dari dua
tahun. Sekretariat Jenderal dipercayakan mengimplementasikan
keputusan-keputusan yang diambil oleh KTT dan KTM.
Secara
berturut-turut, Sekretaris Jenderal yang telah melaksanakan
tugasnya sejak OKI berdiri, adalah :
1.
Tengku Abdul Rahman, Malaysia (1970 – 1973)
2.
Hassan Tuhami, Mesir (1974 – 1975)
3.
Amadou Karim Gaye, Senegal (1975 – 1979)
4.
Habib Chatty, Tunisia (1979 – 1984)
5.
S.S. Przada, Pakistan (1985 – 1988)
6.
Hamid Al Gabid, Mesir (1989 – 1996)
7.
Azeddine Laraki, Maroko (1997 – 2000).
8.
Abdelouahed Belkeziz, Maroko (2001 – 2004)
9.
Dr. Ekmeleddin Ýhsanoðlu, Turki (2005 – sekarang)
Sekretariat
Jenderal yang juga merupakan Markas Besar OKI berkedudukan di Jeddah, Saudi
Arabia.
3.2.4. MAHKAMAH
ISLAM INTERNASIONAL
Mahkamah
dimaksudkan akan mempunyai fungsi dan peranan penting sebagai badan peradilan
untuk menyelesaikan sengketa antar negara anggota secara damai. Ide pembentukan
Mahkamah ini berasal dari KTT III di Mekkah. KTT XIII di Niamey
telah pula menetapkan Kuwait sebagai tempat kedudukan Mahkamah Islam
Internasional tersebut.
3.3 KOMITE
KHUSUS
1.
Komite Al Quds (Al Quds / Jerusalem Committee)
Komite ini dikenal juga sebagai Komite
Jerusalem, didirikan berdasarkan Resolusi KTM VI di Jeddah tahun 1975. Tujuan
didirikan komite ini adalah Mengkaji situasi di Al Quds dan menindaklanjuti
serta mengimplementasikan resolusi-resolusi yang diambil OKI ataupun
organisasi/forum internasional lainnya menyangkut Al Quds.
2.
Komite Tetap Keuangan (Permanent Finance Committee).
Komite ini bertugas mempersiapkan, melakukan
dan melaksanakan pengawasan atas penggunaan anggaran Sekretariat Jenderal. Oleh
karenanya anggota Komite Tetap Keuangan adalah semua negara anggota OKI.
3.
Komite Tetap mengenai soal-soal Penerangan dan Kebudayaan (The
Standing Committee on Information and Cultural Affairs/COMIAC).
4.
Komite Tetap untuk Ekonomi dan Kerjasama Perdagangan (The
Standing Committee for Economic and Commercial Cooperation/COMCEC).
5.
Komite Tetap untuk Kerjasama Pengetahuan dan Teknologi (The
Standing Committee for Scientific and Technolgical Cooperation/COMSTECH)
6.
Komite Perdamaian Islam (Islamic Peace Committee)
7.
Komite Tetap untuk Bidang Informasi dan Kebudayaan (The
Standing Committee for Information and Cultural Affairs/COMIAC).
8.
Badan Pengawas Keuangan (Financial Control Organ)
9.
Selain Komite yang disebut diatas terdapat pula Komite khusus
seperti Komite mengenai Afghanistan; Komite untuk Afrika Selatan dan Namibia;
Komite Solidaritas Islam dengan Rakyat Sahel; Komite mengenai Situasi Muslim di
Philipina serta Komite mengenai Palestina.
3.4 BADAN-BADAN
SUBSIDER
1.
Ankara Centre (The Statistical Economic and Social, Researh
and Training Center for Islamic Countries – SESRTCIC) Merupakan pusat
latihan dan riset statistik, ekonomi dan sosial. Badan ini berpusat di Ankara,
Turki.
2.
Dhaka Centre (The Islamic Centre for Technical and Vocational
Training and Research - ICTVTR) Merupakan pusat riset dan latihan
teknik serta kejuruan Islam dan berpusat di Dhaka, Bangladesh.
3.
Casablanca Centre (The Islamic Centre for Trade and the
Development – ICDT)Merupakan pusat pengembangan perdagangan Islam dan
berpusat di Casablanca, Maroko.
4.
The Al Quds (Jerusalem) Fund and its Waqf, Jeddah
5.
The Islamic Solidarity Fund and its Wagq, Jeddah.
6.
The Researh Centre for Islamic History Art and Culture, Istanbul.
7.
The Islamic Foundation of Science, Technology and Development, Jeddah.
8.
The Islamic Fiqih Academy
9.
The International Commission for the Preservation of Islamic Heritage,
Istanbul.
3.5 ORGAN-ORGAN
KHUSUS
1.
Bank Pembangunan Islam
(Islamic Development Bank-IDB) Bank ini berdiri pada
tahun 1975 dan berpusat di Jeddah, Saudi Arabia. Dibentuk dengan tujuan utama
memberikan sumbangan untuk pembangunan ekonomi dan kemajuan sosial
negara-negara anggota, meningkatkan kerjasama ekonomi, membantu mendirikan
lembaga keuangan dan perbankan Islam serta mendorong usaha-usaha kemajuan
minoritas Islam di negara-negara bukan anggota.
2.
Kamar Dagang, Industri
dan Komoditi Islam (Islamic Chamber of Commerce, Industry and Commodity
Exchange – ICCICE)
Kegiatan KADIN Islam antara lain
mengkoordinasikan Islamic Fair secara teratur dan juga meneliti
proyek-proyek industri patungan antar negara-negara anggota bekerjasama dengan
IDB ataupun pusat-pusat lainnya.
3.
Islamic
International News Agency (IINA), Jeddah.
4.
Islamic State
Broadcasting Organization (ISBO), Jeddah
5.
Islamic Ship
owners Association, Jeddah.
6.
Islamic
Education, Scientific and Cultural Organization, Casablanca.
3.6 KEANGGOTAAN
INDONESIA DALAM OKI
3.6.1 PERANAN I NDONESIA
Sesuai
dengan Artikel VIII Piagam OKI yang menyangkut keanggotaan dijelaskan bahwa
organisasi terdiri dari negara-negara Islam yang turut serta dalam KTT yang
diadakan di Rabat dan KTM-KTM yang diselenggarakan di Jeddah, Karachi serta
yang menandatangani Piagam.
Kriteria
yang dirancang oleh Panitia Persiapan KTT I adalah bahwa "Negara
Islam" adalah negara yang konstitusional Islam atau mayoritas penduduknya
Islam. Semua negara muslim dapat bergabung dalam OKI.
Keanggotaan
Indonesia di dalam OKI adalah unik. Pada tahun-tahun pertama,
kedudukanIndonesia dalam OKI menjadi sorotan baik di kalangan OKI sendiri
maupun di dalam negeri. Indonesiamenjelaskan kepada OKI bahwa Indonesia
bukanlah negara Islam secara konstitusional dan tidak dapat turut sebagai
penandatangan Piagam. Tetapi Indonesia telah turut sejak awal dan juga
salah satu negara pertama dan yang turut berkecimpung dalam kegiatan OKI.
Kedudukan Indonesia disebut sebagai "partisipan aktif". Status, hak
dan kewajiban Indonesia sama seperti negara-negara anggota lainnya.
Sebagai
negara yang berfalsafah Pancasila dan sebagai negara yang sebagian besar
penduduknya beragama Islam, maka Indonesia patut menyambut positif setiap usaha
untuk meningkatkan derajat, status sosial dan kesejahteraan serta kemakmuran
umat Islam seperti yang menjadi tujuan Konferensi, terutama dalam hal-hal
yang bermanfaat bagi usaha-usaha pembangunan dalam segala bidang yang merupakan
program utama Pemerintah Indonesia.
Selain
untuk memperoleh manfaat langsung bagi kepentingan nasional Indonesia,
keikutsertaan Indonesia diharapkan dapat menggalang dukungan bagi kepentingan
Indonesia di forum-forum internasional lainnya, baik yang menyangkut
bidang politik maupun bidang ekonomi dan sosial budaya.
Tujuan-tujuan
dan prinsip-prinsip yang tertera dalam Piagam OKI menunjukkan semangat yang
sejalan dengan prinsip Bandung dan Non Blok, khususnya dalam rangka
pengembangan solidaritas dan tekad menghapuskan segala bentuk kolonialisme
serta sikap tidak campur tangan di dalam urusan dalam negeri masing-masing
negara anggota.
Peranan
Indonesia selama ini dinilai oleh negara-negara anggota lainnya sangat positif
dan konstruktif. Hal ini tidak berlebihan jika dilihat bahwa banyak
pertentangan kepentingan antara kelompok-kelompok "progresif
revolusioner" dengan kelompok "konservatif/moderat" dapat
dijembatani oleh Indonesia. Hal ini dimungkinkan antara lain oleh sikap tidak
memihak RI terhadap sengketa regional Arab.
Sebagai
peserta, Indonesia telah berperan secara aktif dalam OKI, baik dalam
kegiatannya maupun dengan sumbangan yang diberikan kepada organisasi ini dalam
rangka meningkatkan kesetiakawanan diantara anggota OKI, disamping untuk
membina kerjasama di bidang ekonomi, sosial budaya dan bidang-bidang lainnya
yang semuanya dilakukan dalam rangka menunjang pembangunan nasional Indonesia
di segala bidang.
3.6.2 ALASAN MASUKNYA INDONESIA DALAM OKI
Pada
KTT III tahun 1972 di Jeddah, Saudi Arabia, Indonesia secara resmi menjadi
anggota OKI dan turut menandatangani piagam OKI. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara anggota OKI pemula. Bahkan
didalam pertemuan-pertemuan resmi, Indonesia dianggap telah menjadi anggota OKI
sejak tahun 1969.
Bagi
Indonesia keterlibatannya didalam OKI merupakan kesempatan yang baik dalam
rangka pengembangan ekonomi/ perdagangan diantara sesama negara-negara OKI
terutama dalam kaitannya dengan kepentingan pembangunan yang sedang berlangsung
di Indonesia, khususnya dalam peningkatan ekspor non migas.
Beberapa
alasan masuknya Indonesia di dalam OKI, antara lain :
a.
Secara obyektif, Indonesia ingin mendapatkan hasil yang positif
bagi kepentingan nasionalIndonesia.
b.
Indonesia merupakan negara yang sebagian besar penduduknya
beragama Islam meskipun secara konstitusional tidak merupakan negara Islam.
c.
Dari segi jumlah penduduk yang beragama Islam, maka jumlahnya
merupakan jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia.
d.
Indonesia menganut politik luar negeri yang bebas dan aktif
sehingga dapat diterapkan dalam organisasi-organisasi internasional
termasuk OKI sejauh tidak menyimpang dari kepentingan nasional Indonesia.
Terdapat kesamaan pandangan antara OKI dan Indonesia, yaitu sama-sama
memperjuangkan perdamaian dunia berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab,
disamping kepentingan dalam bidang perekonomian dan perdagangan.
3.6.3 KEPENTINGAN INDONESIA DALAM OKI
a.
Menyangkut masalah politis dimana Indonesia sebagai salah satu
negara berkembang berpijak pada politik luar negeri yang bebas dan aktif.
b.
Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, ikut
menggalang solidaritas Islamiyah.
c.
Menarik manfaat bagi kepentingan pembangunan Indonesia,
khususnya dalam kerjasama ekonomi dan perdagangan di antara negara-negara
anggota OKI.
3.6.4
PERDAGANGAN INDONESIA DENGAN NEGARA ANGGOTA OKI
Perdagangan
Indonesia dengan Negara-negara anggota OKI masih relative kecil. Pada tahun
2002 total nilai ekspor non migas sebesar US$ 45,046.07 juta hanya US$ 5,323.38
juta atau 11,82% yang merupakan ekspor ke Negara OKI. Sedangkan pada tahun yang
sama impor Indonesia dari Negara OKI sebesar US$1,355.12 juta yang berarti
surplus sebesar US$ 3,968.26 juta.
Sampai
dengan bulan Oktober 2003 total nilai ekspor non migas Indonesia sebesar
US$ 39,442.53 juta, dan untuk ekspor non migas ke Negara OKI hanya
sebesar US$ 4,697.22 juta. Dibandingkan dengan periode yang sama
pada tahun lalu maka terjadi peningkatan sebesar 4,26%.
Impor
Indonesia dari Negara OKI selama periode Januari – Oktober 2003 sebesar
US$ 1,185.03 juta atau meningkat 8,8% dibandingkan periode yang sama tahun
2002.
Dibandingkan
dengan total ekspor non migas Indonesia tahun 2003 (s/d bulan Oktober) sebesar
US$ 39,442.53 juta, maka ekspor ke Negara-negara OKI relative kecil.
Kecilnya volume perdagangan diantara Negara OKI antara lain disebabkan
Negara-negara tersebut kurang memperoleh informasi mengenai potensi sesama
Negara anggota OKI. Selain itu, tidak semua anggota OKI mempunyai kemampuan
daya beli tunai, jadi ketika mereka terlibat dalam transaksi perdagangan,
mereka tidak mempunyai posisi tawar yang baik dan tidak punya kesempatan
memberi jangka waktu tenggang pembayaran. Di lain pihak, pihak ketiga akan
dengan mudah memperoleh modal dan membeli secara tunai dari Negara OKI sebagai
produsen kemudian menjual kembali kepada Negara OKI lain dengan harga yang
tinggi. Oleh karenanya, perlu peningkatan hubungan bilateral antara Indonesia
dengan Negara-negara OKI sebagai optimalisasi pelaksanaan Joint Economic
Commission serta peningkatan kerjasama multilateral dengan meningkatkan
keikutsertaan pemerintah pada lembaga-lembaga lainnya.
Dalam
rangka mempromosikan potensi yang dimiliki, Indonesia melalui Badan
Pengembangan Ekspor Nasional, Depperindag telah menyelenggarakan berbagai
pameran di luar negeri antara lain di Sharjah pada bulan September 2003 dan di
Libya pada bulan November 2003.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kerjasama
antara Negara-negara OKI yang selama ini telah terjalin perlu lebih dipererat.
Hal ini perlu ditegaskan mengingat persepsi sebagian kalangan barat yang
mengidentikkan citra islam dengan kekerasan dan terorisme. Persepsi tersebut
harus dihilangkan. Oleh sebab itu berbagai kalangan berharap agar diantara
sesama Negara anggota OKI terdapat solidaritas yang tinggi dalam menyikapi
berbagai permasalahan yang terjadi dan menimpa Negara-negara OKI khususnya
dunia Islam.
Dalam
bidang ekonomi dan perdagangan telah ditandatangani Agreement on Trade
Preferential System of the Organization of the Islamic Conferences (TPS-OIC). Meskipin
termasuk Negara yang pertama kali menandatangani Agreement tersebut, tetapi
sampai saat ini Indonesia belum meratifikasi TPS-OIC dimaksud. Pada Putaran
Pertama Perundingan TPS-OIC yang diselenggarakan pada bulan April 2004 di
Turki, Indonesia hanya sebagai peninjau dan diharapkan segera dapat
meratifikasi agreement TPS-OIC. Untuk itu Indonesia perlu secara serius
mempertimbangkan kemungkinan ratifikasi perjanjian tersebut dalam waktu dekat.
Perdagangan
Indonesia dengan Negara-negara OKI sampai dengan tahun 2003 masih relative
kecil padahal OKI merupakan salah satu pasar potensial untuk produk-produk
Indonesia. Berbagai usaha perlu dilaksanakan dalam rangka mempromosikan produk
Indonesia di Negara-negara OKI diantaranya dengan mengadakan pameran sebagai
tindak lanjut pameran di Sharjah dan Libya. Disamping itu upaya-upaya
peningkatan perdagangan perlu dilaksanakan secara optimal melalui fora
multilateral.
izin copy
ReplyDeleteizin copy memek
ReplyDeletemaap dibajak
DeleteIzin copy
ReplyDeleteizin copas kk
ReplyDelete