Wednesday, December 5, 2018

MAKALAH PERNIKAHAN / PERKAWINAN


MAKALAH PERNIKAHAN / PERKAWINAN

KATA PENGANTAR

            Alhamdulillah Hirobbil Alamin, Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis mampu dan dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata pelajaran Pendidikan Agama Islam tentang PERNIKAHAN.
Penulisan makalah ini dapat selesai dengan baik berkat bantuan bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Semoga budi baik mereka di terima Allah SWT sebagai amal ibadah dan akan diberi balasan berupa pahala yang berlipat ganda. Dan penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca guna penyempurnaan makalah ini.
Penulis mengharapkan semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan khususnya untuk teman-teman di sekolah dan masyarakat pada umumnya.


Haurgeulis,   Desember 2018

Penyusun







DAFTAR ISI


                                                                                                                             Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN
A.     Latar belakang................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah............................................................................ 1
C.    Tujuan ................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN
A.     Arti pernikahan.................................................................................. 2
B.     Hukum pernikahan........................................................................... 2
C.    Tujuan pernikahan dalam islam..................................................... 4
D.    Rukun dan syarat pernikahan........................................................ 6
E.     Hak dan kewajiban suami istri dalam Islam.................................. 8
F.     Pernikahan yang terlarang.............................................................. 10
G.    Hikmah pernikahan.......................................................................... 12

BAB III PENUTUP
A.     Kesimpulan........................................................................................ 15
B.     Saran................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 16




 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Allah telah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan, ada lelaki ada perempuan salah satu ciri makhluk hidup adalah berkembang biak yang bertujuan untuk generasi atau melanjutkan keturunan. Oleh Allah manusia diberikan karunia berupa pernikahan untuk memasuki jenjang hidup baru yang bertujuan untuk melanjutkan dan melestarikan generasinya.
Untuk merealisasikan terjadinya kesatuan dari dua sifat tersebut menjadi sebuah hubungan yang benar-benar manusiawi, maka Islam telah datang dengan membawa ajaran pernikahan yang sesuai dengan syariat-Nya. Islam menjadikan lembaga pernikahan itu pulan akan lahir keturunan secara terhormat, maka adalah satu hal yang wajar jika pernikahan dikatakan wajar pernikahan dikatakan sebagai suatu peristiwa dan sangat diharapkan oleh mereka yang ingin menjaga kesucian fitrah.

B.    Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas timbul permasalahan yang perlu di dibahas sedikit tentang:
1.      Apa definisi pernikahan menurut islam ?
2.      Apa saja hukum-hukum nikah ?
3.      Apa tujuan pernikahan dalam islam ?
4.      Apa rukun dan syarat pernikahan ?
5.      Apa saja hak dan kewajiban suami istri
6.      Apa saja pernikahan yang terlarang
7.      Apa hikmah/manfaat pernikahan ?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui makna pernikahan.
2.      Mengetahui hukum-hukum pernikahan.
3.      Mengetahui tujuan pernikahan dalam islam.
4.      Mengetahui rukun dan syarat pernikahan.
5.      Mengetahui hak dan kewajiban suami istri.
6.      Mengetahui pernikahan yang terlarang.
7.      Mengetahui hikmah pernikahan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Arti Pernikahan

Pernikahan berasal dari kata dasar nikah. Kata nikah memiliki persamaan dengan kata kawin. Menurut bahasa Indonesia, kata nikah berarti berkumpul atau bersatu. Menurut istilah syarak, nikah itu berarti melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bertujuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar suka rela demi terwujudnya keluarga bahagia yang diridhoi oleh Allh SWT.
Nikah adalah fitrah yang berarti sifat asal dan pembawaan manusia sebagai makhluk Allah SWT. Setiap manusia yang sudah dewasa dan sehat jasmani dan rohaninya pasti membutuhkan teman hidup yang berlawanan jenis kelaminnya. Teman hidup yang dapat memenuhi kebutuhan biologis, yang dapat mencintai dan dicintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi, serta yang dapat bekerja sama untuk mewujudkan ketentraman, kedamaian, dan kesejahteraan dalam hidup berumah tangga.
Nikah termasuk perbuatan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. atau sunnah Rasul. Dalam hal ini Rasulullah saw. bersabda:
Dari Anas bin Malik ra.,bahwasanya Nabi saw. memuji Allah SWT dan menyanjung-Nya, beliau bersabda: “Akan tetapi aku shalat, tidur, berpuasa, makan, dan menikahi wanita, barang siapa yang tidak suka perbuatanku, maka bukanlah dia dari golonganku”. (HR. Al-Bukhari dan muslim)

B. Hukum Pernikahan
a. Hukum Asal Nikah adalah Mubah
Menurut sebagian besar ulama, hukum asal nikah adalah mubah, artinya boleh dikerjakan boleh ditinggalkan. Dikerjakan tidak ada pahalanya dan ditingkalkan tidak berdosa. Meskipun demikian, ditinjau dari segi kondisi orang yang akan melakukan pernikahan, hukum nikah dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh atau haram.
b. Nikah yang Hukumnya Sunnah
Sebagian besar ulama berpendapat bahwa pada prinsipnya nikah itu sunnah. Alasan yang mereka kemukakan bahwa perintah nikah dalam berbagai Al-Qur’an dan hadits hanya merupakan anjuran walaupun banyak kata-kata amar dalam ayat dan hadits tersebut. Akan tetapi, bukanlah amar yang berarti wajib sebab tidak semua amar harus wajib, kadangkala menunjukkan sunnah bahkan suatu ketika hanya mubah. Adapun nikah hukumnya sunnah bagi orang yang sudah mampu memberi nafkah dan berkehendak untuk nikah.
c. Nikah yang Hukumnya Wajib
Nikah menjadi wajib menurut pendapat sebagian ulama dengan alasan bahwa diberbagai ayat dan hadits sebagaimana tersebut diatas disebutkan wajib. Terutama berdasarkan hadits riwayat Ibnu Majah seperti dalam sabda Rasulullah saw., “Barang siapa yang tidak mau melakukan sunnahku, maka tidaklah termasuk golonganku”.
Selanjutnya nikah itu wajib sesuai dengan faktor dan situasi. Jika ada sebab dan faktor tertentu yang menyertai nikah menjadi wajib. Contoh: jika kondisi seseorang sudah mampu memberi nafkah dan takut jatuh pada perbuatan zina, dalam situasi dan kondisi seperti itu wajib nikah. Sebab zina adalah perbuatan keji dan buruk yang dilarang Allah SWT. Rasulullah saw. bersabda sebagai berikut.
Dari Aisyah ra., Nabi saw. besabda: “Nikahilah olehmu wanita-wanita itu, sebab sesungguhnya mereka akan mendatangkan harta bagimu”. (HR. Al-Hakim dan Abu Daud)
d. Nikah yang Hukumnya Makruh
Hukum nikah menjadi makruh apabila orang yang akan melakukan perkawinan telah mempunyai keinginan atau hasrat yang kuat, tetapi ia belum mempunyai bekal untuk memberi nafkah tanggungannya.
e. Nikah yang Hukumnya Haram
Nikah menjadi haram bagi seseorang yang mempunyai niat untuk menyakiti perempuan yang dinikahinya.
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. pernah bersabda:
“Barangsiapa yang tidak mampu menikah hendaklah dia puasa karena dengan puasa hawa nafsunya terhadap prempuan akan berkurang”. (HR. Jamaah Ahli Hadits)
Firman Allah di dalam Al-Qur’an:
Maka nikahilah wanita yang engkau senangi. (QS.An-Nisa/4:3)
Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan kemampuan-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui. (QS.An-Nur/24:32)
 “Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian1036 diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”.(Q.S An-Nur/24:32)
Berpijak dari firman Allah dan hadits sebagaimana tersebut di atas, maka bahwa dapat dijelaskan bahwa hukum menikah itu akan berubah sesuai dengan faktor dan sebab yang menyertainya. Dalam hal ini setiap mukalaf penting untuk mengetahuinya. Misalnya, orang-orang yang belum baligh, seorang pemabuk, atau sakit gila, maka dalam situasi dan kondisi semacam itu seseorang haram untuk menikah. Sebab, jika mereka menikah dikhawatirkan hanya akan menimbulkan mudharat yang lebih besar pada orang lain.

C. Tujuan Pernikahan dalam Islam
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
2. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur
Sasaran utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”.


3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
            Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut :
            “Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim.”
Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :
“Artinya : “Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui “ .
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah wajib.
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah !. Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan bertanya : “Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab : “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .? Jawab para shahabat :”Ya, benar”. Beliau bersabda lagi : “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala !” .
5. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih
Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman :
“Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?”.
Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar.

D. Rukun Dan Syaratnya Pernikahan
Rukun pernikahan ada lima:
1. Mempelai laki-laki syaratnya: bukan dari mahram dari calon istri, idak terpaksa, atas kemauan sendiri, orangnya tertentu, jelas orangny,calon suami, syaratnya antara lain beragama Islam, benar-benar pria, tidak karena terpaksa, bukan mahram (perempuan calon istri), tidak sedang ihram haji atau umrah, dan usia sekurang-kurangnya 19 tahun.
2. Mempelai perempuan syaratnya-syaratnya: tidak ada halangan syar’I yaitu tidak bersuami, bukan mahram, tidak sedang dalam iddah, merdeka, atas kemauan sendiri, jelas orangnya. Calon istri, syaratnya antara lain beragama Islam, benar-benar perempuan, tidak karena terpaksa, halal bagi calon suami, tidak bersuami, tidak sedang ihram haji atau umrah, dan usia sekurang-kurangnya 16 tahun.
3. Wali (wali si perempuan) keterangannya adalah sabda Nabi Saw:
أيما امرأة نكحت بغير إذن وليها فنكاحها باطل
“Barangsiapa diantara perempuan yang menikah dengan tanpa izin walinya, maka pernikahannya batal” (Riwayat Empat Ahli Hadis kecuali Nasa’I)
Dan syarat-syaratnya: laki-laki, baligh, waras akalnya, tidak dipaksa, adil.
d. Wali mempelai perempuan, syaratnya laki-laki, beragama islam, baligh (dewasa), berakal sehat, merdeka (tidak sedang ditahan), adil, dan tidak sedang ihram haji atau umrah. Wali inilah yang menikahkan mempelai perempuan atau mengizinkan pernikahannya.
Sabda Nabi Muhammad saw.:
Dari Aisyah ra., Rasulullah saw. bersbda: “perempuan mana saja yang menikah tanpa izin walinya, maka pernikahan itu batal (tidak sah)”. (HR. Al-Arba’ah kecuali An-Nasa’i)
Mengenai susunan dan urutan yang menjadi wali adalah sebagai berikut:
1)    Bapak kandung, bapak tiri tidak sah menjadi wali.
2)    Kakek, yaitu bapak dari bapak mempelai perempuan.
3)    Saudara laki-laki kandung.
4)    Saudara laklaki sebapak.
5)    Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung.
6)    Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak.
7)    Paman (saudara laki-laki bapak).
8)    Anak laki-laki paman.
9)    Hakim. Wali hakim berlaku apabila wali yang tersebut di atas semuanya tidak ada, sedang berhalangan, atau menyerahkan kewaliannya kepada hakim. .
e. Dua orang saksi, syaratnya laki-laki, beragama islam, baligh (dewasa), berakal sehat, merdeka (tidak sedang ditahan), adil, dan tidak sedang ihram haji atau umrah. Pernikahan yang dilakukan tanpa saksi adalah tidak sah.
Sabda Nabi Muhammad saw.:
Dari Aisyah ra., Rasulullah saw. bersabda: “Tidak sah nikah melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang adil.” (HR. Ibnu Hiban)
4. Dua orang saksi
لا نكاح إلا بولي وشاهد عدل (رواه أحمد)
“Tidak sah nikah kecuali dengan wali dengan 2 saksi yang adil” (HR. Ahmad)
Syarat-syaratnya: laki-laki, baligh, waras akalnya, adil, dapat mendengar dan melihat, bebas (tidak dipaksa), memahami bahasa yang digunakan ijab qabul.
5. Sighat (akad) yaitu perkataan dari pihak wali perempuan, seperti kata wali “Saya nikahkan kamu dengan anak saya bernama……………..” jawab mempelai laki-laki “Saya terima menikahi……………………”, boleh juga didahului perkataan dari pihak mempelai seperti “Nikahkanlah saya dengan anakmu” jawab wali “Saya nikahkan engkau dengan anak saya………………..” karena maksudnya sama.
Tidak sah akad nikah kecuali dengan lafadz nikah, tazwij, atau terjemahan dari keduanya. Sabda Rasulullah Saw:
اتقوا الله في النساء فإنكم أخذتموهن بأمانة الله واستحللتم فروجهن بكلمة الله (رواه مسلم)
“Takutlah kepada Allah dalam urusan perempuan, sesungguhnya kamu ambil mereka dengan kepercayaan Allah, dan kamu halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah” (HR. Muslim)
Yang dimaksud dengan kalimat “kalimat Allah” dalam hadis ialah Al-Qur’an, dan dalam Al-Qur’an tidak disebutkan selain dua kalimat itu (nikah dan tazwij) maka harus dituruti agar tidak salah pendapat yang lain, asal lafadz akad tersebut ma’qul ma’na, tidak semata-mata ta’abbudi.

E. Hak dan Kewajiban Suami Isteri dalam Islam
Sebagai bahan referensi dan renungan bahkan tindakan, berikut, garis besar hak dan kewajiban suami isteri dalam Islam yang di nukil dari buku “Petunjuk Sunnah dan Adab Sehari-hari Lengkap” karangan H.A. Abdurrahman Ahmad.
Hak Bersama Suami Istri
·         Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21)
·         Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-Nisa’: 19 – Al-Hujuraat: 10)
·         Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
·         Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)
Adab Suami Kepada Istri .
·         Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-aubah: 24)
·         Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya. (At-Taghabun: 14)
·         Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)
·         Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)
·         Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
·         Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
·         Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7)
·         Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
·         Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
·         Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Ya’la)
·         Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)
·         Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).
·         Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
·         Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
·         Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
·         Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)
·         Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)
·         Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada istrinya. (AI-Baqarah: ?40)
Adab Isteri Kepada Suami
·         Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah pemimpin kaum wanita. (An-Nisa’: 34)
·         Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada istri. (Al-Baqarah: 228)
·         Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)
·         Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah:
-          Menyerahkan dirinya,
-          Mentaati suami,
-          Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya,
-          Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami
-          Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)
·         Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam kesibukan. (Nasa’ i, Muttafaqun Alaih)
·         Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya. (Muslim)
·         Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi)
·         Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)
·         Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: “Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada suaminya. .. (Timidzi)
·         Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
·         Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami(Thabrani)
·         Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat suami tidak di rumah). (An-Nisa’: 34)
·         Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta (3) Tetangga yang buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri)
·         Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat bulan sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih)
·         Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluannya. (An-Nur: 30-31)

F. Pernikahan yang Terlarang
Pernikahan yang terlarang aalah pernikahan yang di haramkan oleh agama Islam. Adapun penikahan yang terlarang adalah sebagai berikut:
a. Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah adalah pernikahan yang diniatkan dan diakadkan untuk sementara waktu saja (hanya untuk bersenang-senang), misalnya seminggu, satu bulan, atau dua bulan. Masa berlakunya pernikahan dinyatakan terbatas. Nikah mut’ah telah dilarang oleh rasulullah saw. sebagaimana dijelaskan dalam suatu hadits:
Dari Rabi’ bin Sabrah al-Juhani bahwasannya bapaknya meriwayatkan, ketika dia bersama rasulullah saw., beliau bersabda: “wahai sekalian manusia, dulu pernah aku izinkan kepada kamu sekalian perkawinan mut’ah, tetapi ketahuilah sesungguhnya Allah telah mengharamkannya sampai hari kiamat”. (HR. Muslim)
b. Nikah Syigar
Nikah syigar adalah apabila seorang laki-laki mengawinkan anak perempuannya dengan tujuan agar seorang laki-laki lain menikahkan anak perempuannya kepada laki-laki (pertama) tanpa mas kawin (pertukaran anak perempuan). Perkawinan ini dilarang dengan sabda Rasulullah saw.
Dari Ibnu Umar ra., sesungguhnya Rasulullah saw. melarang perkawinan syigar. (HR. Muslim)
c. Nikah Muhallil
Nikah muhallil adalah pernikahan yang dilakukan seorang laki-laki terhadap seorang perempuan yang tidak ditalak ba’in, dengan bermaksud pernikahan tersebut membuka jalan bagi mantan suami (pertama) untuk nikah kembali dengan bekas istrinya tersebut setelah cerai dan habis masa idah.
Dikatakan muhallil karena dianggap membuat halal bekas suami yang menalak ba’in untuk mengawini bekas istrinya. Pernikahan ini dilarang oleh rasulullah saw. dengan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud:
Dari Ibnu Abbas ra., Rasulullah saw. melaknat muhallil (yang mengawini setelah ba’in) dan muhallil lalu (bekas suami pertama yang akan mengawini kembali). (HR. Al-Kamsah kecuali Nasai)
d. Kawin dengan pezina
Seorang laki-laki yang baik-baik tidak diperbolehkan (haram) mengawini perempuan pezina. Wanita pezina hanya diperbolehkan kawin dengan laki-laki pezina, kecuali kalau perempuan itu benar-benar bertobat.
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an.
Pezina laki-laki tidak boleh menikah kecuali dengan pezina perempuan, atau dengan perempuan musyrik; dan Pezina perempuan tidak boleh menikah kecuali dengan pezina laki-laki atau dengan laki-laki musyrik; dan yang demikian itu diharamkan bagi orang mukmin. (QS. An-Nur/24:3)
 “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mu'min” (Q.S An-Nur/24:3)
Akan tetapi, kalau perempuan pezina tersebut sudah bertobat, halallah perkawinan yang dilakukannya. Sesuai dengan sabda Rasulullah saw.:
Dari Abu Ubaidah bin abdullah dari ayahnya berkata: “Bersabda rasulullah saw.: Orang yang bertobat dari dosa tidak ada lagi dosa baginya.” (HR. Ibnu Majah)
Dengan demikian, secara lahiriah perempuan pezina kalau benar-benar bertobat, maka dapat kawin dengan laki-laki yang bukan pezina (baiuk-baik)

G. Hikmah Pernikahan
Pernikahan adalah ikatan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri. Ia merupukan pintu gerbang kehidupan berkeluarga yang mempunyai pengaruh terhadap keturunan dan kehidupan masyrakat. Keluarga yang kokoh dan baik menjadi syarat penting bagi kesejahteraan masyarakat dan kebahagiaan umat manusia pada umumnya.
Agama mengajarkan bahwa pernikahan adalah sesuatu yang suci, baik, dan mulia. Pernikahan menjadi dinding kuat yang memelihara manusia dari kemungkinan jatuh ke lembah dosa yang disebabkan oleh nafsu birahi yang tak terkendalikan.
Banyak sekali hikmah yang terkandung dalam pernikahan, antara lain sebagai kesempurnaan ibadah, membina ketentraman hidup, menciptakan ketenangan batin, kelangsungan keturunan, terpelihara dari noda dan dosa, dan lain-lain. Di bawah ini dikemukakan beberapa hikmah pernikahan.
1. Pernikahan Dapat Menciptakan Kasih Sayang dan ketentraman
Manusia sebagai makhluk yang mempunyai kelengkapan jasmaniah dan rohaniah sudah pasti memerlukan ketenangan jasmaniah dan rohaniah. Kenutuhan jasmaniah perlu dipenuhi dan kepentingan rohaniah perlu mendapat perhatian. Ada kebutuhan pria yang pemenuhnya bergantung kepada wanita. Demikian juga sebaliknya. Pernikahan merupakan lembaga yang dapat menghindarkan kegelisahan. Pernikahan merupakan lembaga yang ampuh untuk membina ketenangan, ketentraman, dan kasih sayang keluarga.
Allah berfirman:
Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah dia meniptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terhadap tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir (QS. Ar-Rum/30:21)
2. Pernikahan Dapat Melahirkan keturunan yang Baik
Setiap orang menginginkan keturunan yang baik dan shaleh. Anak yang shaleh adalah idaman semua orang tua. Selain sebagai penerus keturunan, anak yang shaleh akan selalu mendoakan orang tuanya.

Rasulullah saw. bersabda:
Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw., bersabda: “Apabila telah mati manusia cucu Adam, terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakannya”. (HR. Muslim)
3. Dengan Pernikahan, Agama Dapat Terpelihara
Menikahi perempuan yang shaleh, bahtera kehidupan rumah tangga akan baik. Pelaksanaan ajaran agama terutama dalam kehidupan berkeluarga, berjalan dengan teratur. Rasulullah saw. memberikan penghargaan yang tinggi kepada istri yang shaleh. Mempunyai istri yang shaleh, berarti Allah menolong suaminya melaksanakan setengah dari urusan agamnya. Beliau bersabda:
Dari Anas bin malik ra., Rasulullah saw., bersabda: “Barang siapa dianugerahkan Allah Istri yang shalehah, maka sungguh Allah telah menolong separuh agamanya, maka hendaklah ia memelihara separuh yang tersisa”. (HR. At-Thabrani)
4. Pernikahan dapat Memelihara Ketinggian martabat Seorang Wanita
Wanita adalah teman hidup yang paling baik, karena itu tidak boleh dijadikan mainan. Wanita harus diperlakukan dengan sebaik-baiknya.
Pernikahan merupakan cara untuk memperlakukan wanita secara baik dan terhormat. Sesudah menikah, keduanya harus memperlakukan dan menggauli pasangannya secara baik dan terhormat pula.
Firman Allah dalam Al-Qur’an:
Dan bergaulah dengan mereka menurut cara yang patut. (QS. An-Nisa/4:19)
Karena itu nikahilah mereka dengan izin tuannya dan berilah mereka maskawin yang pantas, karena mereka adalah perempuan-perempuan yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) perempuan yang mengambil laki-laki sebagai piarannya. (QS. An-Nisa/4:25)
5. Pernikahan Dapat Menjauhkan Perzinahan
Setiap orang, baik pria maupun wanita, secara naluriah memiliki nafsu seksual. Nafsu ini memerlukan penyaluran dengan baik. Saluran yang baik, sehat, dan sah adalah melalui pernikahan. Jika nafsu birahi besar, tetapi tidak mau nikah dan tetap mencari penyaluran yang tidak sehat, dan melanggar aturan agama, maka akan terjerumus ke lembah perzinahan atau pelacuran yang dilarang keras oleh agama.


Firman Allah dalam Surah Al-isra ayat 32:
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Isra/17:32)
Jelasnya, hikmah pernikahan itu adalah sebagai berikut:
·         Menciptakan struktur sosial yang jelas dan adil.
·         Dengan nikah, akan terangkat status dan derajat kaum wanita.
·         Dengan nikah akan tercipta regenerasi secara sah dan terhormat.
·         Dengan nikah agama akan terpelihara.
·         Dengan pernikahan terjadilah keturunan yang mampu memakmuram bumi.



















BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengertian Nikah, secara bahasa : kumpulan, bersetubuh, akad. Secara syar’i : dihalalkannya seorang lelaki dan untuk perempuan bersenangg-senang, melakukan hubungan seksual, dll .
Hukum Nikah
Para fuqaha mengklasifikasikan hukum nikah menjadi 5 kategori yang berpulang kepada kondisi pelakunya :
·         Wajib, bila nafsu mendesak, mampu menikah dan berpeluang besar jatuh ke dalam zina.
·         Sunnah, bila nafsu mendesak, mampu menikah tetapi dapat memelihara diri dari zina.
·         Mubah, bila tak ada alasan yang mendesak/mewajibkan segera menikah dan/atau alasan yang mengharamkan menikah.
·         Makruh, bila nafsu tak mendesak, tak mampu memberi nafkah tetapi tidak merugikan isterinya.
·         Haram, bila nafsu tak mendesak, tak mampu memberi nafkah sehingga merugikan isterinya.
Hikmah dalam pernikahannya itu yaitu :
a.    Mampu menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang biak dan berketurunan.
b.    Mampu menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan mampu mengekang syahwat seta menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan.
c.    Mampu menenangkan dan menentramkan jiwa denagn cara duduk-duduk dan bencrengkramah dengan pacarannya.
d.    Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat kewanitaan yang diciptakan.
B.     Saran
Bagi seorang muslim hendaknya mengerti dan memahami tentang makna, hikmah,tujuan, dan hukum pernikahan, karena akan membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat.

DAFTAR PUSTAKA

-          Rafi Baihaqi, Ahmad, Membangun Surga Rumah Tangga, (surabayah:gita mediah press, 2006)
-          At-tihami, Muhammad, Merawat Cintah Kasih Menurut Syriat Islam, (surabayh : Ampel Mulia, 2004)
-          Muhammad  ‘uwaidah, Syaikh Kamil, Fiqih Wanita, (Jakarta:pustaka al-kautsar, 1998)
-          http://rezkirasyak.blogspot.co.id/2012/10/makalah-pendidikan-agama-islam.html
-          https://pecintaquransunnah.wordpress.com/hak-dan-kewajiban-suami-isteri-dalam-islam/
-          http://gudangnews.info/#ixzz3rtXvsGUt


No comments:

Post a Comment