MAKALAH PERNIKAHAN / PERKAWINAN
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah
Hirobbil Alamin, Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat,
taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis mampu dan dapat menyelesaikan makalah
ini. Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam tentang PERNIKAHAN.
Penulisan makalah ini dapat
selesai dengan baik berkat bantuan bimbingan dan arahan dari berbagai pihak.
Semoga budi baik mereka di terima Allah SWT sebagai amal ibadah dan akan diberi
balasan berupa pahala yang berlipat ganda. Dan penulis menyadari bahwa
penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca guna
penyempurnaan makalah ini.
Penulis mengharapkan semoga
makalah ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan khususnya untuk
teman-teman di sekolah dan masyarakat pada umumnya.
Haurgeulis, Desember 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang................................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah............................................................................ 1
C.
Tujuan
................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Arti pernikahan.................................................................................. 2
B.
Hukum pernikahan........................................................................... 2
C.
Tujuan pernikahan dalam islam..................................................... 4
D.
Rukun dan syarat pernikahan........................................................ 6
E.
Hak dan kewajiban suami istri dalam
Islam.................................. 8
F.
Pernikahan yang terlarang.............................................................. 10
G.
Hikmah pernikahan.......................................................................... 12
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................ 15
B.
Saran................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 16
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah telah menciptakan segala
sesuatu berpasang-pasangan, ada lelaki ada perempuan salah satu ciri makhluk
hidup adalah berkembang biak yang bertujuan untuk generasi atau melanjutkan
keturunan. Oleh Allah manusia diberikan karunia berupa pernikahan untuk
memasuki jenjang hidup baru yang bertujuan untuk melanjutkan dan melestarikan
generasinya.
Untuk merealisasikan terjadinya
kesatuan dari dua sifat tersebut menjadi sebuah hubungan yang benar-benar
manusiawi, maka Islam telah datang dengan membawa ajaran pernikahan yang sesuai
dengan syariat-Nya. Islam menjadikan lembaga pernikahan itu pulan akan lahir
keturunan secara terhormat, maka adalah satu hal yang wajar jika pernikahan
dikatakan wajar pernikahan dikatakan sebagai suatu peristiwa dan sangat
diharapkan oleh mereka yang ingin menjaga kesucian fitrah.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas timbul
permasalahan yang perlu di dibahas sedikit
tentang:
1.
Apa definisi pernikahan menurut
islam ?
2.
Apa saja hukum-hukum nikah ?
3.
Apa tujuan pernikahan dalam islam ?
4.
Apa rukun dan syarat pernikahan ?
5.
Apa saja hak dan kewajiban suami
istri
6.
Apa saja pernikahan yang terlarang
7.
Apa hikmah/manfaat pernikahan ?
C. Tujuan
1.
Mengetahui makna pernikahan.
2.
Mengetahui hukum-hukum pernikahan.
3.
Mengetahui tujuan pernikahan dalam
islam.
4.
Mengetahui rukun dan syarat
pernikahan.
5.
Mengetahui hak dan kewajiban suami
istri.
6.
Mengetahui pernikahan yang
terlarang.
7.
Mengetahui hikmah pernikahan.
BAB II
PEMBAHASAN
Pernikahan berasal dari kata dasar
nikah. Kata nikah memiliki persamaan dengan kata kawin. Menurut bahasa
Indonesia, kata nikah berarti berkumpul atau bersatu. Menurut istilah syarak,
nikah itu berarti melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bertujuan untuk
menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar suka rela demi
terwujudnya keluarga bahagia yang diridhoi oleh Allh SWT.
Nikah adalah fitrah yang berarti
sifat asal dan pembawaan manusia sebagai makhluk Allah SWT. Setiap manusia yang
sudah dewasa dan sehat jasmani dan rohaninya pasti membutuhkan teman hidup yang
berlawanan jenis kelaminnya. Teman hidup yang dapat memenuhi kebutuhan
biologis, yang dapat mencintai dan dicintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi,
serta yang dapat bekerja sama untuk mewujudkan ketentraman, kedamaian, dan
kesejahteraan dalam hidup berumah tangga.
Nikah termasuk perbuatan yang telah
dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. atau sunnah Rasul. Dalam hal ini Rasulullah
saw. bersabda:
Dari Anas bin Malik ra.,bahwasanya
Nabi saw. memuji Allah SWT dan menyanjung-Nya, beliau bersabda: “Akan tetapi
aku shalat, tidur, berpuasa, makan, dan menikahi wanita, barang siapa yang
tidak suka perbuatanku, maka bukanlah dia dari golonganku”. (HR. Al-Bukhari dan
muslim)
B. Hukum Pernikahan
a. Hukum Asal Nikah adalah Mubah
Menurut sebagian besar ulama, hukum
asal nikah adalah mubah, artinya boleh dikerjakan boleh ditinggalkan.
Dikerjakan tidak ada pahalanya dan ditingkalkan tidak berdosa. Meskipun
demikian, ditinjau dari segi kondisi orang yang akan melakukan pernikahan,
hukum nikah dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh atau haram.
b. Nikah yang Hukumnya Sunnah
Sebagian besar ulama berpendapat
bahwa pada prinsipnya nikah itu sunnah. Alasan yang mereka kemukakan bahwa
perintah nikah dalam berbagai Al-Qur’an dan hadits hanya merupakan anjuran
walaupun banyak kata-kata amar dalam ayat dan hadits tersebut. Akan tetapi,
bukanlah amar yang berarti wajib sebab tidak semua amar harus wajib, kadangkala
menunjukkan sunnah bahkan suatu ketika hanya mubah. Adapun nikah hukumnya
sunnah bagi orang yang sudah mampu memberi nafkah dan berkehendak untuk nikah.
c. Nikah yang Hukumnya Wajib
Nikah menjadi wajib menurut pendapat
sebagian ulama dengan alasan bahwa diberbagai ayat dan hadits sebagaimana
tersebut diatas disebutkan wajib. Terutama berdasarkan hadits riwayat Ibnu
Majah seperti dalam sabda Rasulullah saw., “Barang siapa yang tidak mau
melakukan sunnahku, maka tidaklah termasuk golonganku”.
Selanjutnya nikah itu wajib sesuai
dengan faktor dan situasi. Jika ada sebab dan faktor tertentu yang menyertai
nikah menjadi wajib. Contoh: jika kondisi seseorang sudah mampu memberi nafkah
dan takut jatuh pada perbuatan zina, dalam situasi dan kondisi seperti itu
wajib nikah. Sebab zina adalah perbuatan keji dan buruk yang dilarang Allah
SWT. Rasulullah saw. bersabda sebagai berikut.
Dari Aisyah ra., Nabi saw. besabda:
“Nikahilah olehmu wanita-wanita itu, sebab sesungguhnya mereka akan
mendatangkan harta bagimu”. (HR. Al-Hakim dan Abu Daud)
d. Nikah yang Hukumnya Makruh
Hukum nikah menjadi makruh apabila
orang yang akan melakukan perkawinan telah mempunyai keinginan atau hasrat yang
kuat, tetapi ia belum mempunyai bekal untuk memberi nafkah tanggungannya.
e. Nikah yang Hukumnya Haram
Nikah menjadi haram bagi seseorang
yang mempunyai niat untuk menyakiti perempuan yang dinikahinya.
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw.
pernah bersabda:
“Barangsiapa yang tidak mampu
menikah hendaklah dia puasa karena dengan puasa hawa nafsunya terhadap prempuan
akan berkurang”. (HR. Jamaah Ahli Hadits)
Firman Allah di dalam Al-Qur’an:
Maka nikahilah wanita yang engkau
senangi. (QS.An-Nisa/4:3)
Dan nikahkanlah orang-orang yang
masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari
hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah
akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan kemampuan-Nya. Dan Allah
Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui. (QS.An-Nur/24:32)
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian1036
diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu
yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah
akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya)
lagi Maha Mengetahui”.(Q.S An-Nur/24:32)
Berpijak dari firman Allah dan
hadits sebagaimana tersebut di atas, maka bahwa dapat dijelaskan bahwa hukum
menikah itu akan berubah sesuai dengan faktor dan sebab yang menyertainya.
Dalam hal ini setiap mukalaf penting untuk mengetahuinya. Misalnya, orang-orang
yang belum baligh, seorang pemabuk, atau sakit gila, maka dalam situasi dan
kondisi semacam itu seseorang haram untuk menikah. Sebab, jika mereka menikah
dikhawatirkan hanya akan menimbulkan mudharat yang lebih besar pada orang lain.
C. Tujuan Pernikahan dalam Islam
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri
Manusia Yang Asasi
Perkawinan adalah fitrah manusia,
maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah
(melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan
seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur,
berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan
oleh Islam.
2. Untuk Membentengi Ahlak Yang
Luhur
Sasaran utama dari disyari’atkannya
perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia
dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat
manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai
sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan
melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
“Artinya : Wahai para pemuda !
Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena
nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan).
Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum
itu dapat membentengi dirinya”.
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga
Yang Islami
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa
Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika suami istri sudah tidak
sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalam ayat
berikut :
“Artinya : Thalaq (yang dapat
dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau
menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari
sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir
tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas
keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.
Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang
melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim.”
Yakni keduanya sudah tidak sanggup
melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila
keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan
dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :
“Artinya : “Kemudian jika si suami
menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi
baginya hingga dikawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain
itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama
dan istri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada
kaum yang (mau) mengetahui “ .
Jadi tujuan yang luhur dari
pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah
tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah
wajib.
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada
Allah
Menurut konsep Islam, hidup
sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia.
Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi
peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain,
sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
“Artinya : Jika kalian bersetubuh
dengan istri-istri kalian termasuk sedekah !. Mendengar sabda Rasulullah para
shahabat keheranan dan bertanya : “Wahai Rasulullah, seorang suami yang
memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi
shallallahu alaihi wa sallam menjawab : “Bagaimana menurut kalian jika mereka
(para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .?
Jawab para shahabat :”Ya, benar”. Beliau bersabda lagi : “Begitu pula kalau
mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan
memperoleh pahala !” .
5. Untuk Mencari Keturunan Yang
Shalih
Tujuan perkawinan di antaranya ialah
untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman :
“Artinya : Allah telah menjadikan
dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari
istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang
baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari
nikmat Allah ?”.
Dan yang terpenting lagi dalam
perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan
membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan
bertaqwa kepada Allah.Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh
melainkan dengan pendidikan Islam yang benar.
D. Rukun Dan Syaratnya Pernikahan
Rukun pernikahan ada lima:
1. Mempelai laki-laki syaratnya:
bukan dari mahram dari calon istri, idak terpaksa, atas kemauan sendiri,
orangnya tertentu, jelas orangny,calon suami, syaratnya antara lain beragama
Islam, benar-benar pria, tidak karena terpaksa, bukan mahram (perempuan calon
istri), tidak sedang ihram haji atau umrah, dan usia sekurang-kurangnya 19
tahun.
2. Mempelai perempuan
syaratnya-syaratnya: tidak ada halangan syar’I yaitu tidak bersuami, bukan
mahram, tidak sedang dalam iddah, merdeka, atas kemauan sendiri, jelas
orangnya. Calon istri, syaratnya antara lain beragama Islam, benar-benar
perempuan, tidak karena terpaksa, halal bagi calon suami, tidak bersuami, tidak
sedang ihram haji atau umrah, dan usia sekurang-kurangnya 16 tahun.
3. Wali (wali si perempuan)
keterangannya adalah sabda Nabi Saw:
أيما امرأة نكحت بغير إذن وليها فنكاحها باطل
“Barangsiapa diantara perempuan yang
menikah dengan tanpa izin walinya, maka pernikahannya batal” (Riwayat Empat
Ahli Hadis kecuali Nasa’I)
Dan syarat-syaratnya: laki-laki,
baligh, waras akalnya, tidak dipaksa, adil.
d. Wali mempelai perempuan,
syaratnya laki-laki, beragama islam, baligh (dewasa), berakal sehat, merdeka
(tidak sedang ditahan), adil, dan tidak sedang ihram haji atau umrah. Wali
inilah yang menikahkan mempelai perempuan atau mengizinkan pernikahannya.
Sabda Nabi Muhammad saw.:
Dari Aisyah ra., Rasulullah saw.
bersbda: “perempuan mana saja yang menikah tanpa izin walinya, maka pernikahan
itu batal (tidak sah)”. (HR. Al-Arba’ah kecuali An-Nasa’i)
Mengenai susunan dan urutan yang
menjadi wali adalah sebagai berikut:
1) Bapak
kandung, bapak tiri tidak sah menjadi wali.
2) Kakek,
yaitu bapak dari bapak mempelai perempuan.
3) Saudara
laki-laki kandung.
4) Saudara
laklaki sebapak.
5) Anak
laki-laki dari saudara laki-laki kandung.
6) Anak
laki-laki dari saudara laki-laki sebapak.
7) Paman
(saudara laki-laki bapak).
8) Anak
laki-laki paman.
9) Hakim.
Wali hakim berlaku apabila wali yang tersebut di atas semuanya tidak ada,
sedang berhalangan, atau menyerahkan kewaliannya kepada hakim. .
e. Dua orang saksi, syaratnya
laki-laki, beragama islam, baligh (dewasa), berakal sehat, merdeka (tidak
sedang ditahan), adil, dan tidak sedang ihram haji atau umrah. Pernikahan yang
dilakukan tanpa saksi adalah tidak sah.
Sabda Nabi Muhammad saw.:
Dari Aisyah ra., Rasulullah saw.
bersabda: “Tidak sah nikah melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang
adil.” (HR. Ibnu Hiban)
4. Dua orang saksi
لا نكاح إلا بولي وشاهد عدل (رواه أحمد)
“Tidak sah nikah kecuali dengan wali
dengan 2 saksi yang adil” (HR. Ahmad)
Syarat-syaratnya: laki-laki, baligh,
waras akalnya, adil, dapat mendengar dan melihat, bebas (tidak dipaksa),
memahami bahasa yang digunakan ijab qabul.
5. Sighat (akad) yaitu perkataan
dari pihak wali perempuan, seperti kata wali “Saya nikahkan kamu dengan anak
saya bernama……………..” jawab mempelai laki-laki “Saya terima menikahi……………………”,
boleh juga didahului perkataan dari pihak mempelai seperti “Nikahkanlah saya
dengan anakmu” jawab wali “Saya nikahkan engkau dengan anak saya………………..”
karena maksudnya sama.
Tidak sah akad nikah kecuali dengan
lafadz nikah, tazwij, atau terjemahan dari keduanya. Sabda Rasulullah Saw:
اتقوا الله في النساء فإنكم أخذتموهن بأمانة الله واستحللتم
فروجهن بكلمة الله (رواه مسلم)
“Takutlah kepada Allah dalam urusan
perempuan, sesungguhnya kamu ambil mereka dengan kepercayaan Allah, dan kamu
halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah” (HR. Muslim)
Yang
dimaksud dengan kalimat “kalimat Allah” dalam hadis ialah Al-Qur’an, dan dalam
Al-Qur’an tidak disebutkan selain dua kalimat itu (nikah dan tazwij) maka harus
dituruti agar tidak salah pendapat yang lain, asal lafadz akad tersebut ma’qul
ma’na, tidak semata-mata ta’abbudi.
E. Hak dan Kewajiban Suami Isteri dalam
Islam
Sebagai bahan
referensi dan renungan bahkan tindakan, berikut, garis besar hak dan kewajiban
suami isteri dalam Islam yang di nukil dari buku “Petunjuk Sunnah dan Adab
Sehari-hari Lengkap” karangan H.A. Abdurrahman Ahmad.
Hak Bersama Suami
Istri
·
Suami istri,
hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21)
·
Hendaknya saling
mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-Nisa’: 19 –
Al-Hujuraat: 10)
·
Hendaknya menghiasi
dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
·
Hendaknya saling menasehati
dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)
Adab Suami Kepada
Istri .
·
Suami hendaknya
menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-aubah:
24)
·
Seorang istri bisa
menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya. (At-Taghabun: 14)
·
Hendaknya
senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)
·
Diantara kewajiban
suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah (makan, pakaian,
tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih
dari satu. (AI-Ghazali)
·
Jika istri berbuat
‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan: (a)
Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak
menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami
dalam hal ketaatan kepada Allah.
·
Orang mukmin yang
paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling ramah
terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
·
Suami tidak boleh
kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7)
·
Suami dilarang
berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
·
Hendaklah jangan
selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya terkadang
menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi, Umar
bin Khattab ra., Hasan Bashri)
·
Suami hendaknya
bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Ya’la)
·
Suami wajib
menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa
kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)
·
Suami wajib memberi
makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak memukul wajahnya,
tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu
Dawud).
·
Suami wajib selalu
memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya untuk
selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6,
Muttafaqun Alaih)
·
Suami wajib
mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum haidh,
istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
·
Suami wajib berlaku
adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
·
Suami tidak boleh
membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)
·
Apabila istri tidak
mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya dan
membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)
·
Jika suami hendak
meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada istrinya.
(AI-Baqarah: ?40)
Adab Isteri Kepada
Suami
·
Hendaknya istri
menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah pemimpin kaum
wanita. (An-Nisa’: 34)
·
Hendaknya istri
menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada istri.
(Al-Baqarah: 228)
·
Istri wajib
mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)
·
Diantara kewajiban
istri terhadap suaminya, ialah:
-
Menyerahkan
dirinya,
-
Mentaati suami,
-
Tidak keluar rumah,
kecuali dengan ijinnya,
-
Tinggal di tempat
kediaman yang disediakan suami
-
Menggauli suami
dengan baik. (Al-Ghazali)
·
Istri hendaknya
selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam kesibukan.
(Nasa’ i, Muttafaqun Alaih)
·
Apabila seorang
suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang istri
menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya.
(Muslim)
·
Istri hendaknya
mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni dosa-dosa
seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya.
(Tirmidzi)
·
Yang sangat penting
bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam keridhaan
suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)
·
Kepentingan istri mentaati
suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: “Seandainya dibolehkan sujud sesama
manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada suaminya. .. (Timidzi)
·
Istri wajib menjaga
harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
·
Istri hendaknya senantiasa
membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami(Thabrani)
·
Istri wajib menjaga
kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat suami tidak di
rumah). (An-Nisa’: 34)
·
Ada empat cobaan
berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta (3) Tetangga
yang buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri)
·
Wanita Mukmin hanya
dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat bulan sepuluh hari.
(Muttafaqun Alaih)
·
Wanita dan
laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluannya.
(An-Nur: 30-31)
F. Pernikahan yang Terlarang
Pernikahan yang terlarang aalah
pernikahan yang di haramkan oleh agama Islam. Adapun penikahan yang terlarang
adalah sebagai berikut:
a. Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah adalah pernikahan yang
diniatkan dan diakadkan untuk sementara waktu saja (hanya untuk
bersenang-senang), misalnya seminggu, satu bulan, atau dua bulan. Masa
berlakunya pernikahan dinyatakan terbatas. Nikah mut’ah telah dilarang oleh
rasulullah saw. sebagaimana dijelaskan dalam suatu hadits:
Dari Rabi’ bin Sabrah al-Juhani
bahwasannya bapaknya meriwayatkan, ketika dia bersama rasulullah saw., beliau
bersabda: “wahai sekalian manusia, dulu pernah aku izinkan kepada kamu sekalian
perkawinan mut’ah, tetapi ketahuilah sesungguhnya Allah telah mengharamkannya
sampai hari kiamat”. (HR. Muslim)
b. Nikah Syigar
Nikah syigar adalah apabila seorang
laki-laki mengawinkan anak perempuannya dengan tujuan agar seorang laki-laki
lain menikahkan anak perempuannya kepada laki-laki (pertama) tanpa mas kawin
(pertukaran anak perempuan). Perkawinan ini dilarang dengan sabda Rasulullah
saw.
Dari Ibnu Umar ra., sesungguhnya
Rasulullah saw. melarang perkawinan syigar. (HR. Muslim)
c. Nikah Muhallil
Nikah muhallil adalah pernikahan
yang dilakukan seorang laki-laki terhadap seorang perempuan yang tidak ditalak
ba’in, dengan bermaksud pernikahan tersebut membuka jalan bagi mantan suami
(pertama) untuk nikah kembali dengan bekas istrinya tersebut setelah cerai dan
habis masa idah.
Dikatakan muhallil karena dianggap
membuat halal bekas suami yang menalak ba’in untuk mengawini bekas istrinya.
Pernikahan ini dilarang oleh rasulullah saw. dengan hadits yang diriwayatkan
dari Ibnu Mas’ud:
Dari Ibnu Abbas ra., Rasulullah saw.
melaknat muhallil (yang mengawini setelah ba’in) dan muhallil lalu (bekas suami
pertama yang akan mengawini kembali). (HR. Al-Kamsah kecuali Nasai)
d. Kawin dengan pezina
Seorang laki-laki yang baik-baik
tidak diperbolehkan (haram) mengawini perempuan pezina. Wanita pezina hanya
diperbolehkan kawin dengan laki-laki pezina, kecuali kalau perempuan itu
benar-benar bertobat.
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an.
Pezina laki-laki tidak boleh menikah
kecuali dengan pezina perempuan, atau dengan perempuan musyrik; dan Pezina
perempuan tidak boleh menikah kecuali dengan pezina laki-laki atau dengan
laki-laki musyrik; dan yang demikian itu diharamkan bagi orang mukmin. (QS.
An-Nur/24:3)
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini
melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan
yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau
laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang
mu'min” (Q.S An-Nur/24:3)
Akan tetapi, kalau perempuan pezina
tersebut sudah bertobat, halallah perkawinan yang dilakukannya. Sesuai dengan
sabda Rasulullah saw.:
Dari Abu Ubaidah bin abdullah dari
ayahnya berkata: “Bersabda rasulullah saw.: Orang yang bertobat dari dosa tidak
ada lagi dosa baginya.” (HR. Ibnu Majah)
Dengan demikian, secara lahiriah
perempuan pezina kalau benar-benar bertobat, maka dapat kawin dengan laki-laki
yang bukan pezina (baiuk-baik)
G. Hikmah Pernikahan
Pernikahan adalah ikatan batin
antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri. Ia merupukan pintu gerbang
kehidupan berkeluarga yang mempunyai pengaruh terhadap keturunan dan kehidupan
masyrakat. Keluarga yang kokoh dan baik menjadi syarat penting bagi
kesejahteraan masyarakat dan kebahagiaan umat manusia pada umumnya.
Agama mengajarkan bahwa pernikahan
adalah sesuatu yang suci, baik, dan mulia. Pernikahan menjadi dinding kuat yang
memelihara manusia dari kemungkinan jatuh ke lembah dosa yang disebabkan oleh
nafsu birahi yang tak terkendalikan.
Banyak sekali hikmah yang terkandung
dalam pernikahan, antara lain sebagai kesempurnaan ibadah, membina ketentraman
hidup, menciptakan ketenangan batin, kelangsungan keturunan, terpelihara dari
noda dan dosa, dan lain-lain. Di bawah ini dikemukakan beberapa hikmah
pernikahan.
1. Pernikahan Dapat Menciptakan
Kasih Sayang dan ketentraman
Manusia sebagai makhluk yang
mempunyai kelengkapan jasmaniah dan rohaniah sudah pasti memerlukan ketenangan
jasmaniah dan rohaniah. Kenutuhan jasmaniah perlu dipenuhi dan kepentingan
rohaniah perlu mendapat perhatian. Ada kebutuhan pria yang pemenuhnya
bergantung kepada wanita. Demikian juga sebaliknya. Pernikahan merupakan
lembaga yang dapat menghindarkan kegelisahan. Pernikahan merupakan lembaga yang
ampuh untuk membina ketenangan, ketentraman, dan kasih sayang keluarga.
Allah berfirman:
Dan diantara tanda-tanda
(kebesaran)-Nya ialah dia meniptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu
sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar
terhadap tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir (QS.
Ar-Rum/30:21)
2. Pernikahan Dapat Melahirkan keturunan
yang Baik
Setiap orang menginginkan keturunan
yang baik dan shaleh. Anak yang shaleh adalah idaman semua orang tua. Selain
sebagai penerus keturunan, anak yang shaleh akan selalu mendoakan orang tuanya.
Rasulullah saw. bersabda:
Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah
saw., bersabda: “Apabila telah mati manusia cucu Adam, terputuslah amalnya
kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak
shaleh yang mendoakannya”. (HR. Muslim)
3. Dengan Pernikahan, Agama Dapat
Terpelihara
Menikahi perempuan yang shaleh,
bahtera kehidupan rumah tangga akan baik. Pelaksanaan ajaran agama terutama
dalam kehidupan berkeluarga, berjalan dengan teratur. Rasulullah saw.
memberikan penghargaan yang tinggi kepada istri yang shaleh. Mempunyai istri yang
shaleh, berarti Allah menolong suaminya melaksanakan setengah dari urusan
agamnya. Beliau bersabda:
Dari Anas bin malik ra., Rasulullah
saw., bersabda: “Barang siapa dianugerahkan Allah Istri yang shalehah, maka
sungguh Allah telah menolong separuh agamanya, maka hendaklah ia memelihara
separuh yang tersisa”. (HR. At-Thabrani)
4. Pernikahan dapat Memelihara
Ketinggian martabat Seorang Wanita
Wanita adalah teman hidup yang
paling baik, karena itu tidak boleh dijadikan mainan. Wanita harus diperlakukan
dengan sebaik-baiknya.
Pernikahan merupakan cara untuk
memperlakukan wanita secara baik dan terhormat. Sesudah menikah, keduanya harus
memperlakukan dan menggauli pasangannya secara baik dan terhormat pula.
Firman Allah dalam Al-Qur’an:
Dan bergaulah dengan mereka menurut
cara yang patut. (QS. An-Nisa/4:19)
Karena itu nikahilah mereka dengan
izin tuannya dan berilah mereka maskawin yang pantas, karena mereka adalah
perempuan-perempuan yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula)
perempuan yang mengambil laki-laki sebagai piarannya. (QS. An-Nisa/4:25)
5. Pernikahan Dapat Menjauhkan
Perzinahan
Setiap orang, baik pria maupun
wanita, secara naluriah memiliki nafsu seksual. Nafsu ini memerlukan penyaluran
dengan baik. Saluran yang baik, sehat, dan sah adalah melalui pernikahan. Jika
nafsu birahi besar, tetapi tidak mau nikah dan tetap mencari penyaluran yang
tidak sehat, dan melanggar aturan agama, maka akan terjerumus ke lembah
perzinahan atau pelacuran yang dilarang keras oleh agama.
Firman Allah dalam Surah Al-isra
ayat 32:
Dan janganlah kamu mendekati zina;
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang
buruk. (QS. Al-Isra/17:32)
Jelasnya, hikmah pernikahan itu
adalah sebagai berikut:
·
Menciptakan struktur sosial yang
jelas dan adil.
·
Dengan nikah, akan terangkat status
dan derajat kaum wanita.
·
Dengan nikah akan tercipta
regenerasi secara sah dan terhormat.
·
Dengan nikah agama akan terpelihara.
·
Dengan pernikahan terjadilah
keturunan yang mampu memakmuram bumi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian Nikah, secara bahasa :
kumpulan, bersetubuh, akad. Secara syar’i : dihalalkannya seorang lelaki dan
untuk perempuan bersenangg-senang, melakukan hubungan seksual, dll .
Hukum Nikah
Para fuqaha mengklasifikasikan hukum
nikah menjadi 5 kategori yang berpulang kepada kondisi pelakunya :
·
Wajib, bila nafsu mendesak, mampu
menikah dan berpeluang besar jatuh ke dalam zina.
·
Sunnah, bila nafsu mendesak, mampu
menikah tetapi dapat memelihara diri dari zina.
·
Mubah, bila tak ada alasan yang
mendesak/mewajibkan segera menikah dan/atau alasan yang mengharamkan menikah.
·
Makruh, bila nafsu tak mendesak, tak
mampu memberi nafkah tetapi tidak merugikan isterinya.
·
Haram, bila nafsu tak mendesak, tak
mampu memberi nafkah sehingga merugikan isterinya.
Hikmah
dalam pernikahannya itu yaitu :
a.
Mampu
menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang biak dan
berketurunan.
b.
Mampu
menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan mampu mengekang syahwat
seta menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan.
c.
Mampu
menenangkan dan menentramkan jiwa denagn cara duduk-duduk dan bencrengkramah
dengan pacarannya.
d.
Mampu
membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat kewanitaan yang
diciptakan.
B. Saran
Bagi
seorang muslim hendaknya mengerti dan memahami tentang makna, hikmah,tujuan,
dan hukum pernikahan, karena akan membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
-
Rafi
Baihaqi, Ahmad, Membangun Surga Rumah Tangga, (surabayah:gita mediah press,
2006)
-
At-tihami,
Muhammad, Merawat Cintah Kasih Menurut Syriat Islam, (surabayh : Ampel Mulia,
2004)
-
Muhammad ‘uwaidah, Syaikh Kamil, Fiqih Wanita,
(Jakarta:pustaka al-kautsar, 1998)
-
http://rezkirasyak.blogspot.co.id/2012/10/makalah-pendidikan-agama-islam.html
-
https://pecintaquransunnah.wordpress.com/hak-dan-kewajiban-suami-isteri-dalam-islam/
-
http://gudangnews.info/#ixzz3rtXvsGUt
No comments:
Post a Comment