MAKALAH DEMOKRASI PARLEMENTER
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Setelah terjadinya kedaulatan,
Indonesia mulai memasuki masa Demokrasi Parlementer yang ditandai dengan
banyaknya partai politik. Pada masa masa de-mokrasi parlementer, Indonesia
berhasil menyelengga-rakan pemilu yang demokratis, tetapi kabinet yang
ber-kuasa tidak bertahan lama dan selalu berganti. Masa Demokrasi Parlementer
berlangsung tahun 1950 dan diakhiri oleh Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Demokrasi parlementer dan liberal
terbagi dalam beberapa aspek kehidupan antara lain kehidupan politik, kehidupan
ekonomi dan kehidupan sosial budaya. Pada makalah kali ini, penulis akan
membahas perbedaan antara demokrasi parlementer dan liberal tetapi hanya
membahas dari beberapa aspek kehidupan seperti kehidupan ekonomi dan politik.
1.2
Rumusan
Masalah
Menurut data-data penelitian, penulis
merumuskan sebuah rumusan masalah mengenai perbandingan demokrasi antara
parlementer dan liberal antara lain:
1. Apa
saja Demokrasi Parlementer dalam aspek kehidupan ekonomi dan sosial budaya?
2. Apa
saja kelemahan dan kelebihan yang didapat oleh Indonesia bila menggunakan
demokrasi parlementer?
3. Bentuk
apa saja yang didapat oleh Indonesia pada penggunaan demokrasi parlementer?
1.3
Tujuan
Penelitian
Menurut data-data penelitian dan rumusan
masalah, penulis merumuskan beberapa tujuan penelitian mengenai perbandingan
demokrasi antara parlementer dan liberal antara lain:
1.
Mengetahui konsep dari demokrasi parlementer
2.
Mengetahui perbedaan antara demokrasi
parlementer
3.
Mengetahui apa saja demokrasi parlementer dalam
bidang ekonomi dan sosial budaya.
4.
Mengetahui akibat-akibat penggunaan demokrasi
parlementer dan liberal.
1.4
Manfaat
Penelitian
Adapun manfaat yang didapatkan
melalui blog ini.
1.
Untuk guru: dapat menambah wawasan dan dapat
menilai seberapa jauh pemahaman siswa mengenai bab ini
2.
Untuk Siswa: menambah wawasan siswa mengenai
sejarah Indonesia
3.
Untuk Masyarakat: menambah wawasan masyarakat
dan dapat menjadi sumber informasi untuk tugas-tugas / karya tulis / dll
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Demokrasi
Secara etimologis istilah demokrasi berasal
dari bahasa Yunani “demokratia” yang terdiri dari dua kata, yaitu demos =
rakyat dan kratos/kratein = kekuatan / pemerintahan.
Ada beberapa definisi demokrasi
menurut para ahli, berikut beberapa contohnya:
1.
Abraham Lincoln : Demokrasi adalah pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
2.
Giovanni Sartori: Demokrasi adalah suatu sistem
dimana tak seorang pun dapat memilih dirinya sendiri, tak seorang pun dapat
mengindentifikasikan dia dengan kekuasaannya, kemudian tidak dapat juga untuk
merebut dari kekuasaan lain dengan cara-cara tak terbatas dan tanpa syarat.
3.
Ensiklopedi Populer Politik Pembangunan
Pancasila: Demokrasi adalah suatu pola pemerintahan dalam mana kekuasaan untuk
memerintah berasal dari mereka yang diperintah. Atau demokrasi adalah pola
pemerintahan yang mengikutsertakan secara aktif semua anggota masyarakat dalam
keputusan yang diambil oleh mereka yang berwewenang.
Demokrasi
sebagai meliputi unsur-unsur sebagai berikut :
A.
Adanya partisipasi masyarakat secara aktifd
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
B.
Adanya pengakuan akan supremasi hokum ( daulat
Hukum)
C.
Adanya pengakuan akan kesamaan di antara warga
negara
D.
Adanya kebebasan, di antaranya; kebebasan
berekpresi dan berbicara/berpendapat, kebebasan untuk berkumpul dan
berorganisasi, kebebasan beragama dan berkeyakinan, kebebasan untuk menggugat
pemerintah, kebebasan untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum, kebebasan
untuk mengurus nasib sendiri.
E.
Adanya pengakuan akan supremasi sipil atas
militer
Istilah
demokrasi bertolak dari suatu pola pikir bahwa:
1. Manusia
diperlakukan dan ditempatkan dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk
Tuhan. Keinginan, aspirasi, dan pendapat individu dihargai dan mereka diberikan
hak untuk menyampaikan keinginan, aspirasi, harapan, dan pendapatnya.
2. Salah
satu hak asasi manusia adalah kebebasan untuk mengejar kebenaran, keadilan, dan
kebahagiaan. Kebebasan dan keadilan ini melandasi keinginan, ide, atau gagasan
demokrasi.
3. Sesuatu
yang diputuskan bersama akan memiliki kadar ketepatan dan kebenaran yang lebih
menjamin
4. Di
dalam kehidupan bermasyarakat, pasti akan timbul selisih paham dan kepentingan
antarindividu, sehingga perlu suatu cara untuk mengatur bagaimana mengatasinya
Demokrasi parlementer (liberal)
adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi
daripada badan eksekutif. Kepala pemerin-tahan dipimpin oleh seorang Perdana
Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan
diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer, presiden menjabat
sebagai kepala negara.
Ciri-ciri dari
demokrasi parlementer adalah sebagai berikut:
1. Dikepalai
oleh seorang perdana menteri sebagai kepala pemerintahan sedangkan kepala
negara dikepalai oleh presiden/raja
2. Kekuasaan
eksekutif presiden ditunjuk oleh legislatif sedangkan raja diseleksi
berdasarkan Undang-Undang
3. Perdana
menteri memiliki hak prerogratif (hak istimewa)untuk mengangkat dan
memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-departemen
4. Menteri-menteri
hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif
5. Kekuasaan
eksekutif bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif
6. Kekuasaan
eksekutif dapat dijatuhkan oleh legislatif
7. Kontrol
terhadap negara, alokasi sumberdaya alam dan manusia dapat terkontrol
8. Kelompok
minoritas (agama, etnis) boleh berjuang, unuk memperjuangkan dirinya
Di Indonesia, sistem parlementer
ini berlangsung pada tahun 1950 sampai tahun 1959, ketika Indonesia. mengunakan
Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) sebagai landasan kontitusional.
2.3 Kehidupan Politik pada Masa Demokrasi
Parlementer
Kehidupan politik pada masa
Demokrasi Parlementer tidak stabil, sehingga program pembangunan tidak dapat
dilaksanakan dengan baik. Salah satu penyebab ketidakstabilan tersebut adalah
sering bergantinya pemerintahan yang betugas sebagai pelaksana pemerintahan. Kondisi
Indonesia di masa Demokrasi Parlementer sangatlah rentan karena kinerja
kabinet-kabinet sering mengalami deadlock dan ditentang oleh parlemen. Hal itu
terjadi karena adanya kelompok oposisi yang kuat sehingga mengakibatkan
timbulnya konflik kepentingan dalam proses perumusan dan pembuatan kebijakan
Negara.
Berikut ini ketujuh kabinet yang
pernah berkuasa pada masa Demokrasi Parlementer di Indonesia:
1.
Kabinet Natsir
(7 September 1950-21 Maret 1951): Kabinet ini dilantik pada tanggal 7
September 1950 dengan Mohammad Natsir (Masyumi) sebagai perdana menteri.
Kabinet ini merupakan kabinet koalisi yang dipimpin Masyumi.
2.
Kabinet Soekiman
(27 April 1951-23 Februari 1952): Merupakan kabinet koalisi antara
Masyumi dan PNI. Dipimpin oleh Soekiman Wiryosanjoyo.
3.
Kabinet Wilopo
(3 April 1952-3 Juni 1953): Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu
kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya, dipimpin oleh
Wilopo
4.
Kabinet Ali Sastroamijoyo ( 1 Agustus 1953-24 Juli 1955 ):Kabinet ini
merupakan koalisi antara PNI dan NU, dipimpin oleh Ali Sastroamijoyo
5.
Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 3
Maret 1956): Kabinet ini dipimpin oleh Burhanuddin Harahap.
6.
Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956 – 4
Maret 1957): Kabinet ini merupakan koalisi antara tiga partai yaitu PNI,
Masyumi, dan NU. Dipimpin oleh Ali Sastroamijoyo.
7.
Kabinet Djuanda ( 9 April 1957-10 Juli 1959 ):
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yatu kabinet yang terdiri dari para pakar
yang ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena kegagalan konstituante dalam
menyusun Undang-Undang Dasar pengganti UUDS 1950 serta terjadinya perebutan
kekuasaan politik. Dipimpin oleh Ir. Juanda.
Kehidupan politik di masa demokrasi
parlementer juga diwarnai dengan gagalnya konstituante dalam membuat
undang-undang yang baru bagi Indonesia. Konstituante adalah sebuah lembaga yang
dibentuk untuk membentuk UUD baru dan juga untuk menanggulangi segala
permasalahan dalam negeri yang sedang tidak stabil. Faktor-faktor untama yang
menjadi penyebab gagalnya konstituante adalah terdapatnya sikap mementingkan
kepentingan golongan atau partai politik yang berada di dalam konstituante.
Pada saat itu, terdapat tiga poros kekuatan partai politik utama yang menempati
kursi konstituante dan pemerintahan, yaitu kekuatan partai Islam, kekuatan
partai Nasionalis, dan kekuatan partai Komunis. Di antara ketiga kekuatan utama
itu, tidak terdapat konsensus yang baik untuk merancang undang-undang dasar
sehingga selalu menemui jalan buntu. Selain itu terdapat pula berbagai
peristiwa politik yang merembet pada konflik kepentingan masing-masing kelompok
politik di dalam tubuh konstituante.
2.4 Kehidupan Ekonomi Indonesia pada Masa
Demokrasi Parlementer
Terjadi banyak perubahan kehidupan
ekonomi pada masa Demokrasi Parlementer. Salah satunya adalah adanya proses
nasionalisasi ekonomi yang dilakukan pemerintah pada masa Kabinet Sukiman.
Proses nasionalisasi ekonomi tersebut menyangkut tiga bidang utama, yaitu:
1. Pembentukan
Bank Negara Indonesia sebagai bank nasional pertama Indonesia (dikukuhkan dalam
PP Pengganti UU No. 2 tahun 1946)
2. Nasionalisasi
de Javasche Bank menjadi Bank Indonesia (BI) yang menjadi bank sentral dan bank
sirkulasi (UU No. 24 tahun 1951)
3. Nasionalisasi
mata uang Republik Indonesia dengan menukar mata uang Jepang ke mata uang
Indonesia yang disebut Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) (dikukuhkan dengan UU
No. 17 dan 19 tahun 1946)
Proses nasionalisasi itu sayangnya
tidak berjalan mulus karena adanya konflik politik antarkelompok di dalam tubuh
konstituante dan parlemen. Perubahan perekonomian negara juga terlihat pada
masa Kabinet Ali I yang menekankan nasionalisasi perekonomian dan mendukung
tumbuh kembangnya para pengusaha pribumi, dan juga pada masa Kabinet Ali II
yang membuat Presiden Soekarno menandatangani UU Pembatalan Konferensi Meja
Bundar yang mengakibatkan perpindahan aset-aset modal yang dimiliki oleh para
pengusaha Belanda ke tangan pengusaha nonpribumi. Hal itu mengakibatkan
kesenjangan sosial yang kemudian diatasi dengan Gerakan Assaat, sebuah gerakan
yang mendorong pemerintah untuk mengeluarkan peraturan yang dapat melindungi
pengusaha pribumi agar dapat bersaing dengan pengusaha-pengusaha nonpribumi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kata "demokrasi" berasal
dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM karena
dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum
demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan
waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan
perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara.
Demokrasi parlementer adalah sebuah
sistem demokrasi yang pengawasannya dilakukan oleh parlemen. Demokrasi ini
memiliki wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat
menjatuhkan pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak
percaya. Sistem parlementer dibedakan oleh cabang eksekutif pemerintah
tergantung dari dukungan secara langsung atau tidak langsung cabang
legislative. Oleh karena itu, tidak ada pemisahan kekuasaan yang jelas antara
cabang eksekutif dan cabang legislatif,sehingga terjadi kritikan dari beberapa
orang yang merasa kurangnya pemeriksaan dan keseimbangan yang ditemukan dalam
sebuah republik kepresidenan. Tetapi sistem ini lebih mengarah kepada
kefleksibilitasannya dan tanggapannya kepada publik. Selain itu, sistem
parlemen biasanya memiliki pembedaan yang jelas antara kepala pemerintahan dan
kepala negara, dengan kepala pemerintahan adalah perdana menteri, dan kepala
negara ditunjuk sebagai dengan kekuasaan sedikit atau seremonial.
3.2 Saran
Pada abad ke-21 ini, Indonesia
berkembang dengan pesat dengan adanya demokrasi. Demokrasi yang sudah pernah
terpakai dalah demokrasi parlementer dan liberal. Biarpun masing-masing
demokrasi memiliki sisi positif dan negatif tetapi bangsa kita ini dapat
mengatasi dengan baik. Namun tidak salahnya kita sebagai generasi muda bangsa
Indonesia mempelajari kembali sejarah lahirlah demokrasi supaya kita sebagai
generasi masa depan bangsa Indonesia bisa menciptakan demokrasi terbaru dengan
minimaliskan sisi negative dan memperbanyak sisi positif.
DAFTAR PUSTAKA
Alfian,
Magdalia, dkk. 2003. Sejarah kelas XI Program Ilmu pengetahuan Alam. Jakarta:
Erlangga.
Sulasmono,
Bambang Suteng. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas XI. Jakarta:
Erlangga.
Badrika, I
Wayan. 2004. Sejarah Nasional Indonesia dan Umum SMA Jilid 2 unutk Kelas XI
Kurikulum 2004 Berbasis Kompentensi. Jakarta: PT.Gelora Aksara Pratama.
Matroji. 2007.
Sejarah Program IPA SMA/MA 2. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
No comments:
Post a Comment