LEMBAGA / BADAN YUDIKATIF
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Negara yang memiliki kekuasaan absolute (mutlak), yang
meliputi seluruh bidang kehidupan secara sentralistik (terpusat) dalam satu
kekuasaan (pada individu atau institusi) akan melahirkan hasil kinerja yang tidak
efektif dan efisien, bahkan cenderung menyimpang dari aturan dan tujuan
konstitusi. Inilah yang menjadi dorongan kepada para filosof untuk mencari
solusi mengenai upaya distribusi kekuasaan agar dapat merata menjangkau seluruh
lapisan masyarakat dalam suatu Negara dan tidak menumpuk pada area tertentu.
Seperti kita tahu bahwa pembagian kekuasaan dalam
penyelenggaraan Negara Indonesia menganut aliran sistem Trias Politica (teori
pemisah kekuasaan) yang menyatakan bahwa kekuasaan Negara perlu dilakukan pemisahan
dalam 3 (tiga) bagian dimana aktornya diwakili oleh tiga lembaga yang meliputi
Eksekkutif, Legislatif dan Yudikatif. Pemisahan ini ditujukan untuk menciptakan
efektifitas dan efisiensi serta transparansi pelaksanaan kekuasaan dalam
pemerintahan sehingga nantinya akan benar-benar dicapai tujuan dari
penyelenggaraan Negara tersebut. Pada pembahasan kali ini kita akan memusatkan
topik terhadap aktor yang ke 3 yakni, lembaga yudikatif, yang secara khusus
fungsinya adalah untuk menggadili penyelewengan pengaturan yang telah dibuat
oleh legislative dan dilaksanakan oleh eksekutif. Dalam pembahasan mengenai
lembaga kehakiman (yudisial) ini nantinya akan ada bagian-bagian lembaga
sebagai pembentuk dan dalam naungan lembaga yudikatif tersebut seperti, MA, MK,
dan KY. Apa saja pengertian dari MA, MK, dan KY ?, nanti akan kita bahas dalam
materi yang saya sajikan.
B. Rumusan
Masalah
A. Apa
yang dimaksud dengan lembaga yudikatif ?
B. Apakah
pengertian dari MA, MK, dan KY ?
C. Seperti
apakah fungsi dan tujuan dari lembaga tersebut ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Lembaga Yudikatif
Lembaga Yudikatif adalah suatu badan badan yang
memiliki sifat teknis-yuridis yang berfungsi mengadili penyelewengan
pelaksanaan konstitusi dan peraturan perudang-undangan oleh institusi pemerintahan
secara luas serta bersifat independent (bebas dari intervensi pemerintah) dalam
pelaksanaan tugas dan fungsinya.1 Dari sini kita dapat pahami bahwa lembaga
Yudikatif merupakan suatu lembaga yang menjadi pusat representative hukum di
Indonesia dimana Indonesia sendiri adalah Negara Kesatuan yang menjunjung
tinggi hukum, menjamin kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas dari segala
bentuk intervensi guna dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan yang sesuai
dalam amanat Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 serta mewujudkan
cita-cita dalam Pancasila pada sila ke-5 yang berbunyi, “keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia”.
Dalam Negara demokratis, lembaga Yudikatif terkenal
dengan dua sistem yaitu:
1. Sistem
“Common Law” (Negara anglo saxon)
Sistem ini adalah sistem hukum yang tumbuh dan
berkembang di Negara Inggris, yang berpedoman pada prinsip bahwa selain pada
undang-undang yang dibuat oleh parlemen (statute law) sistem hukum juga
berpedoman pada peraturan lain yang merupakan common law (keputusan terdahulu
yang dibuat oleh para hakim). Aturan ini juga disebut dengan case law atau
judge made law (hukum buatan para hakim). Prinsip ini menurut C.F Strong,
didasarkan atas precedent yaitu keputusan hakim terdahulu mengikat para hakim
berikutnya dalam perkara yang serupa.2 Dengan penggunaan prinsip ini maka bukan
hanya parlemen yang menjadi acuan dari sistem hukum tersebut, tetapi aturan
yang telah dibuat oleh jajaran hakim juga turut andil sebagai pedoman yang
perlu dipertimbangkan. Jadi jelaslah bahwa dengan prinsip ini sebuah
undang-undang yang akan dibuat tidak akan tumpang tindih dengan aturan lain
yang sudah terlebih dahulu diputuskan pemberlakuannya.
2. Sistem
“Civil Law” (hukum perdata umum)
Sementara itu, pada sistem civil law ini adalah sistem
hukum yang berpedoman pada hukum yang sudah ditetapkan3. Lebih populernya
sistem ini menganut faham positivism dalam perundang-undangan juga faham
legalisme yang berbunyi bahwa “undang-undang menjadi sumber hukum
satu-satunya.”
Pada prakteknya sistem ini membuat para hakim tidak
boleh melakukan kodifikasi/perubahan hukum, tetapi mereka harus tetap
berpedoman pada hukum yang telah ada (dalam undang-undang) untuk menyelesaikan
persoalan. Para hakim berhak memberi keputusan baru tetapi setelah dia mengajukan
evaluasi atau re-interpretasi jurisprudensi terlebih dulu atau interpretasi
atau re-interpretasi baru kitab undang-undang lama.
B.
Lembaga/Badan
Yudikatif di Indonesia
Kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan salah satu
prinsip penting bagi bangsa Indonesia yang menamakan dirinya sebagai suatu
Negara hukum. Prinsip ini menghendaki kekuasaan kehakiman yang bebas dari
campur tangan pihak mana pun dan dalam bentuk apa pun, sehingga dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya ada jaminan ketidakberpihakan kekuasaan
kehakiman kecuali terhadap hukum dan keadilan.4
Memasuki era reformasi, Indonesia melakukan perubahan
pada badan Yudikatifnya. Perubahan ini dianggap sejalan dengan dengan amandemen
pada UUD 1945, Bab IX, tentang kekuasaan kehakiman pasal 24, ayat 2, menetapkan
bahwa Badan Yudikatif yang menjalankan kekuasaan kehakiman adalah sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkugan umum
, agama, militer, TUN dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Wewenang Badan
Yudikatif, menurut UUD 1945 Pasca Amandemen, adalah sebagai berikut :
1. Mahkamah
Agung : mengadili Kasasi dan menguji peraturan perundang-undangan dibawah
undang-undang (pasal 24A, ayat 1)
2. Mahkamah
Konstitusi : berwenang mengadili tingkat pertama dan terakhir yang bersifat final
untuk menguji UU terhadap UUD, sengketa lembaga Negara, memutus pembubaran
partai politik, dan perselisihan tentang hasil pemilu (pasal 24C, ayat 1)
3. Komisi
Yudisial : berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung, menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim (Pasal 24B, ayat
1).
Untuk lebih jelasnya kita akan merinci pengertian,
kedudukan dan fungsi masing-masing dari ketiga lembaga tersebut :
1.
Mahkamah
Agung
Mahkamah Agung adalah badan yang melaksanakan
kekuasaan kehakiman yang dalam pelaksanaan tugasnya, terlepas dari pengaruh
kekuasaan pemerintah dan pengaruh-pengaruh lainnya.5 Mahkamah Agung Indonesia
adalah Peradilan yang menganut “sistem continental” yang dalam sistem tesebut
MA merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam
penerapan hukum dan menjaga agar semua hukum dan Undang-Undang diseluruh
wilayah Negara ditetapkan secara tepat dan adil serta memiliki sifat yang
netral dari intervensi pemerintah (independent).6
Kedudukan
Menurut Undang-Undang No. 14 tahun 1970 tentang,
“Kekuasaan Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman” tanggal 17 Desember 1970,
antara lain dalam pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa Mahkamah Agung adalah
Pengadilan Negara tertinggi dalam arti Mahkamah Agung sebagai badan pengadilan
kasasi (terakhir) bagi putusan-putusan yang berasal dari pengadilan-pengadilan
lain.7 juga ditentukan bahwa Mahkamah Agung membawahi beberapa badan peradilan
meliputi :
·
Peradilan Umum,
·
Peradilan Agama,
·
Peradilan Militer,
·
Peradilan Tata Usaha Negara.
Kesemua lembaga yang berada dibawah MA ini adalah para
pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka di samping Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Agung pula yang menjadi pengawas tertinggi
atas perbuatan para hakim dari semua lingkungan peradilan. Dalam strukturnya,
Mahkamah Agung mempunyai organisasi, administrasi sendiri.
Fungsi
Adapun tugas dan fungsi yang dibebankan kepada
Mahkamah Agung berdasarkan UU No. 14 tahun 1985 dan peraturan
perundang-undangan lainnya adalah:
Tugas Judisiil, yaitu tugas untuk menyelenggarakan
peradilan yang meliputi:
·
Memeriksa dan memutus perkara kasasi;
·
Sengketa yudisdiksi
·
Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
·
Tugas judicial review terhadap peraturan
perundang-undangan di bawah Undang-undang.
·
Tugas pengawasan terhadap peradilan dibawahnya.
·
Tugas penasihatan.
·
Tugas administrative
·
Tugas-tugas lain yang diberikan berdasarkan
Undang-undang.8
·
Susunan Keanggotaan Mahkamah Agung
Secara khusus untuk Mahkamah Agung tetang kekuasaan
kehakiman diatur dalam UU No. 5 Tahun 2004, yang menyatakan susunan MA terdiri
atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan seorang sekretaris. Adapun jumlah
hakim agung paling banyak adalah enam puluh orang.
2.
Mahkamah
Konstitusi
Sejarah berdirinya lambaga Mahkamah Konstitusi (MK)
diawali dengan diadopsinya ide MK (Constitutional Court) dalam amandemen
konstitusi yang dilakukan leh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun
2001 sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan
Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945 hasil Perubahan Ketiga yang disahkan pada 9
Nopember 2001. Ide pembentukan MK merupakan salah satu perkembangan pemikiran
hukum dan kenegaraan modern yang muncul di abad ke-20.15 Dengan disahkannya
Perubahan Ketiga UUD 1945 tersebut maka dalam upaya menunggu pembentukan MK,
MPR menetapkan untuk sementara MA-lah yang menjalankan fungsi MK merujuk pada
Pasal 3 Aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat.
Kemudian diikuti oleh DPR yang membuat Rancangan
Undang-Undang mengenai Mahkamah Konstitusi dan akhirnya disahkan UU Nomor 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada tanggal 13 Agustus 2003 oleh
Presiden. Pada tanggal 15 Agustus 2003 Presiden melalui KEPRES Nomor 147/M
Tahun 2003 memilih para hakim konstitusi diteruskan oleh pelantikan dan sumpah
jabatan di Istana Negara pada 16 Agustus 2003. Selanjutnya pekerjaan MK sebagai
salah satu cabang kekuasaan kehakiman Negara dimulai ketika pada tanggal 15
Oktober 2003 dimana pada saat itu MA melimpahkan perkara yang semestinya
ditangani oleh MK.
Mahkamah Konstitusi adalah sebuah lembaga Negara yang
terbentuk setelah amandemen UUD 1945, merupakan salah satu pelaku kekuasaan
kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 (Pasal 1 UU No. 24 tahun 2004).16 Ini artinya MK sebagai
salah satu lembaga yudikatif di Indonesia yang posisinya dapat di sejajarkan
dengan MA. Menurut Moh. Mahfud MD, “Maksud pembentukan Mahkamah Konstitusi di
Indonesia yang paling pokok adalah menjaga agar tidak ada UU yang bertentangan
dengan UUD dan kalau itu ada, maka MK dapat membatalkannya”.17 Dapat dikatakan
bahwa MK diperlukan untuk mengawal konstitusi terutama untuk menjaga agar tidak
ada UU yang melanggar UUD.
Kewenangan Mahkamah Konstitusi
Mengingat posisi MK yang sejajar dengan MA maka
tentunya lembaga ini tentunya tidak dapat dipandang sebelah mata, maka dari itu
wewenang yang diberikan kepada MK berpengaruh luas dan memiliki kekuatan hukum
yang sangat besar. Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
·
Menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945
·
Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945
·
Memutus pembubaran Partai Politik
·
Memutus perselisihan tentang hasil pemilu.18
·
Kewajiban Mahkamah Konstitusi
Selain mendapat kewenangan, MK juga memproleh
kewajiban seperti yang tertera dalam ketentuan Pasal 24C Ayat (2) 1945 jo.
Pasal 10 Ayat (2) UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang
menyatakan, “MK wajib memeriksa, mengadili dan memutus terhadap pendapat DPR
bahwa presiden dan/atau wapres telah melakukan pelanggaran hukum sebagaimana
diatur dalam Pasal 7A UUD 1945”. Dugaan pelanggaran adalah semisal
Presiden/Wapres telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan kepada
Negara, penyuapan, korupsi, tindak pidana berat lainnya, ataupun perbuatan
tercela yang dapat merendahkan martabat Presiden/Wapres.
Susunan Keanggotaan Mahkamah Konstitusi
Dalam struktur Mahkamah Konstitusi terdapat tiga
pranata (institusi), yaitu hakim konstitusi, secretariat jenderal, dan
kepaniteraan. Pasal 7 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
menyebutkan; “Untuk kelancaran pelaksanan tugas dan wewenangnya, Mahkamah
Konstitusi dibantu oleh sebuah sekrerariat jenderal dan kepaniteraan.”19 Di
ketuai oleh seorang hakim konstitusi yang merangkap anggota, seorang wakil
ketua juga mrangkap anggota dan tujuh orang anggota hakim MK. Ketua dan wakil
ketua dipilih dari dan oleh anggota hakim konstitusi, untuk periose jabatan tiga
tahun.
3.
Komisi
Yudisial (KY)
Seperti Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY)
juga merupakan lembaga Negara yang terbentuk setelah adanya amandemen terhadap
UUD 1945. Dalam segi ketatanegaraan KY berperan sangat penting yaitu: 1)
mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka melalui proses pencalonan hakim
agung; 2) melakukan pengawasan terhadap hakim yang transparan dan partisipatif
guna menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, sera perilaku
hakim.
Keberadaan KY sebagai lembaga Negara diatur dalam Bab
IX tentang Kekuasaan Kehakiman pada Pasal 24B UUD 1945, sedagkan MA pada pasal
24A dan MK diatur dalam Pasal 24C. Dengan deskripsi yang demikianlah sering
memicu perdebatan diantara para pakar konstitusi tentang eksisitensi KY yang
dianggap bukan sebagai pelaku kekuasaan kehakiman melainkan hanya sebuah
lembaga yang kontribusinya berperan dalam sistem ketatanegaraan, mengingat
bahwa KY juga bukan merupakan lembaga peradilan maka dari itu sangat aneh jika
keberadaannya dalam UUD diletakkan dalam bab kekuasan kehakiman.
Tugas dan Wewenang
Dalam undang-undang telah dijelaskan beberapa
kewenangan yang dimiliki oleh KY, diantaranya adalah:
Mengusulkan pengangkatan hakim agung;
Mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.21
Dan diantaranya tugas dari komisi yudisial adalah:
·
Tugas mengusulkan pengangkatan hakim agung:
·
Melakukan pendaftaran calon hakim agung;
·
Melakukan seleksi terhadap calon hakim agung;
·
Menetapkan calon hakim agung;
·
Mengajukan calon hakim agung ke DPR.22
·
Tugas menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran, martabat, serta perilaku hakim:
·
Menerima laporan masyaakat tentang perilaku
hakim;
·
Meminta laporan secara berkala kepada badan
peradilan berkaitan dengan perilaku hakim;
·
Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan
pelanggaran perilaku hakim;
·
Memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang
diduga melanggar kode etik perilaku hakim;
Membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa
rekomendasi dan disampaikan kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi,
serta tindasannya disampaikan kepada Presiden an DPR.23
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Lembaga Yudikatif adalah lembaga yang melaksanakan
penegakan hukum (kepolisian, kejaksaan, Pengadilan).
Tugas-tugas pokok dan wewenang lembaga yudikatif
adalah melakukan proses penegakan hukum bagi orang atau lembaga yang melakukan
suatu pelanggaran perdata atau pidana baik itu hukumanya berupa teguran atau
penjara.
Lembaga yudikatif menjadi lembaga yang mengalami
perubahan cukup signifikan dari segi kelembagaan, terutama karena dibentuknya
lembaga – lembaga baru yang memiliki kewenangan tersendiri. Hal inilah yang
kemudian melatar belakangi penulis untuk membuat suatu perbandingan antara
kedudukan dan kewenangan lembaga tinggi yudikatif baik sebelum dan sesudah
dilakukannya amandemen UUD 1945.
B.
Saran
Dari makalah diatas masih banyak sekali kekuranga baik
dari pengunaan kata-kata ataupun penulisannya maka dari itu kami minta kepada
Bapak / Ibu guru untuk lebih membimbing lagi dalam membuat makalah yang
sipatnya membangun.
DAFTAR PUSTAKA
http://larekapiran.blogspot.com/2013/01/makalah-badan-yudikatif-indonesia.html
http://alleyulvickriello.blogspot.com/2014/02/lembaga-yudikatif.html
http://www.pdfchaser.com/pdf/tugas-dan-fungsi-yudikatif.html
http://politik.kompasiana.com/2010/01/25/legislatif-eksekutif-yudikatif-media/
http://www.jevuska.com/topic/tugas+dan+fungsi+yudikatif.html
No comments:
Post a Comment